RSS

Apple Love Part 3


Title : Apple’s Love

Author : Nurul "Eunhwa"

Genre: Romance, comedy(maybe)

Cast : Micky ‘Park Yoochun’

Shin Eunhwa

Kim MinAh, dll



“Keure, kapan kau akan kencan dengan Yoochun?”

“Kencan? Kau ini sembarang saja. Aku hanya menemaninya, tidak lebih. Aku tidak berani mengharapkan sesuatu diluar itu.” Aku memainkan sedotanku. Saat ini kami sedang istirahat, kami sedang membantu ibunya Min Ah di kafenya karena pegawainya cuti lagi. Yah hitung-hitung ucapan terima kasihku karena traktiran di restoran minggu lalu.

“Tapi kenapa dia belum menghubungimu lagi? Ini sudah tiga hari sejak dia menelponmu.”

Aku mengangkat bahu. “Molla. Jangan lupa kalau dia seorang publik figur Min Ah. Dia mungkin sedang sibuk saat ini.”

“Yeah, tapi….” Suara Min Ah terhenti karena dering ponselku berbunyi nyaring sekali. Aku melihat nama yang tertera di layar, “Yoochun”.

“Dia menelpon.” Aku memberitahu Min Ah hampir setengah berbisik. Min Ah langsung mendekat ke arahku.

“Cepat angkat.” Ujarnya semangat. Aku lalu menekan tanda on.

“Yoboseo.” Aku bicara hati-hati.

“Yoboseo, Eunhwa~sshi ini aku Yoochun.”Suaranya terdengar sejuk. Sudah lama aku tidak mendengarnya lagi.

“Yeah, aku tahu. Jal jinae syeosseoyo?” Aku melirik Min Ah. Ekspresinya masih sama. Matanya yang berseri-seri memandangku dengan giginya yang tersusun rapi mengintip dari balik bibirnya yang tipis. Sekarang dia malah mendekatkan telinganya.

“Jal jinaeyo. Kau bagaimana?”

“Aku juga baik-baik saja.”

“Baguslah, o apa kau tidak merindukanku?” Nadanya terkesan menggoda tapi sayangnya aku terlalu cepat bereaksi. Lansung terperanjat begitu mendengarnya.

“Mwo? Tentu saja tidak!” Pipiku memerah lagi. Entah kenapa dia gampang sekali membuatku malu.

“Yah sayang sekali, aku kecewa.” Dia menunjukkan nada menyesalnya.

“Yaa, apa yang kau bicarakan? Sshh saat ini aku sedang sibuk jadi cepatlah.” Min Ah mencubit perutku gemas.

“Oh kau sedang sibuk, baiklah. Aku hanya mau memberitahumu kalau aku sudah menentukan waktunya. Bagaimana kalau kita bertemu besok?”

“Naeil?” Aku mengangkat alisku lalu melirik Min Ah. Min Ah sama kagetnya.

“Keure, waeyo? Kau tidak bisa?”

Aku menggeleng, tentu saja dia tidak melihatnya. “Ah ani. Sepertinya besok aku kosong kok. Jadi kita bertemu di mana?”

“Kita bertemu di stasiun kereta bawah tanah saja, jam 10 pagi. Ottohke?”

“Mm-hm baiklah. Tapi apa kau tidak takut ketahuan lagi? Di sana kan ramai.”

“Aku tidak mau menanggung resiko kalau harus berlari lagi.” Aku menyipitkan mata.

“Tenang. Kau tidak perlu khawatirkan itu. Aku sudah punya cara mengatasinya.” Dia tertawa.

“Joha, aku akan memegang kata-kata mu.”

“Oh ya kau sedang dimana sekarang?”

“Ah aku sedang di cafenya ibunya Min Ah. Kami membantu disini karena pegawainya ada yang cuti.”

“O, apa kau sedang tidak sibuk sekarang?” Lanjutku.

“Ne, kami sedang tidak ada pekerjaan. Makanya kami hanya dirumah saja.”

“Kami? Oh kalian semua sedang berkumpul dirumah saat ini?”

“Yeah, kami memutuskan untuk bermalas-malasan di rumah saja mumpung sedang kosong.”

“Baiklah kalau kau sedang sibuk sekarang. Aku tidak mau mengganggumu, sampai jumpa besok.”

“Ne, sampai jumpa besok.” Aku menutup telepon dan tersenyum pada Min Ah.

“Katanya besok kami akan bertemu.”

“Wuaa cukhaeee.” Min Ah memelukku sangat erat, sepertinya malah dia yang lebih senang daripada aku sendiri.

>>


Aku tiba di stasiun jam sepuluh tepat, saat ini memang tidak begitu ramai. Aku rasa ini menguntungkan. Aku lalu duduk di bangku yang lebih dekat dengan pintu masuk. Selang beberapa menit tiba-tiba ada seorang laki-laki mencurigakan berjalan ke arahku. Aku mulai khawatir karena dia berhenti tepat di depanku. Aku memerhatikannya dari atas sampai bawah, dia tampak aneh sekali mengenakan celana panjang warna kulit dengan jas warna senada yang menutupinya sampai lutut. Dia juga mengenakan kacamata hitam dan topi ala detektif.

“Yoochun?” tanyaku hati-hati.

“Keure ini aku.” Katanya pelan sambil menurunkan kacamatanya sedikit.

“Hhhh yaa! Kau membuatku takut saja!” Aku berdiri dan memukulnya dengan tasku.

“Waeyo? Ini penyamaranku. Kalau kau tidak mengenaliku berarti aku berhasil kan?”

“Apanya yang berhasil? Penampilanmu aneh sekali tahu!”

“Dengan begini kau malah menarik perhatian orang! Sshh babo! Ayo, kita harus mengganti pakaianmu!” Aku menariknya keluar stasiun dan menuju toko pakaian terdekat. Di sana aku memilihkannya kaos warna biru langit dengan rompi warna putih dan celana khaki warna putih sebetis.”

“Aku merasa seperti anak ABG sekarang.” Katanya menyindirku.

“Aniyo. Kau tampan kok, dan terlihat lucu.” Aku tertawa. Dia memerhatikanku dengan tatapan sebal.

“Kaja.” Aku jalan duluan di depannya masih dengan menahan tawa.

“Jangan lupa kenakan kaca mata dan topimu yang tadi. Terlihat serasi kok.” Dia kini berjalan di sampingku, aku baru menyadari kalau tinggiku hanya sebahunya. Aku sampai harus menengadahkan kepalaku kalau sedang berbicara dengannya.

“Kau ini tinggi sekali.”

“Kau yang pendek bodoh.” Dia mengacak pelan rambutku sambil tersenyum.

“Kau mau kemana? Mobilku di sebelah sana.” Aku hampir jatuh ke samping karena Yoochun tiba-tiba memberhentikan langkahku hanya dengan menarik bahuku.

“Hei pelan-pelan. Jangan memanfaatkan tinggimu untuk mencelakaiku.” Aku berbalik, menyentakkan kakiku mendahuluinya. Lalu tiba-tiba dia menarik tanganku lembut.

“Mobilnya di sana Eunhwa.” Aku langsung terdiam, mengikutinya dengan patuh. Aku merasakan ada aliran listrik yang ringan ditubuhku lagi. Sama dengan yang waktu itu. Bahkan aku sampai tidak sadar kalau kami sudah sampai di mobilnya.

“Sepertinya aku sudah membuatmu terpana ya.” Dia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya sambil berpura-pura melihat sekeliling. Aku melemparkan tatapan sinis lalu masuk ke mobil. Dia hanya tersenyum lalu berjalan ke arah jok pengemudi.

“Kita sebenarnya mau kemana?”

“Kan sudah ku bilang kau hanya harus menemaniku. Jadi ikuti saja aku. Oke.”

“Sshh aku tidak suka pergi tanpa tujuan begini.” Aku memutar bola mataku dan melipat kedua tanganku. Tiba-tiba mataku tertuju pada sesuatu di pinggir jalan, tepatnya di pedagang kaki lima yang berada di samping kanan kami.

“Jangkanman.” Aku menahan tangan Yoochun yang sudah mau menjalankan mobilnya lalu turun dan bergegas ke pedagang tersebut. Dia menjual pot bunga kecil berbentuk apel. Bentuknya lucu sekali, sangat cocok jika disimpan di beranda jendela kamarku. Aku memegangnya sambil senyum-senyum sendiri.

“Kau suka itu?” Tiba-tiba saja Yoochun sudah berada di sampingku.

Aku menoleh, menggangguk antusias. “Mm-hm, menggemaskan sekali, dan lagi bentuknya apel.” Aku lalu mengeluarkan dompet dari dalam tasku, namun Yoochun langsung menahan tanganku.

“Biar aku yang belikan untukmu.” Dia lalu mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang sesuai yang disebutkan oleh pedagang tersebut, aku memerhatikannya.

“Kau tidak perlu melakukan itu, kau tahu.”

“Anggap saja ini bayaran untuk bajuku.” Aku tertawa.

“Jadi, kau suka yang berbentuk apel ya?” Aku tertawa lagi.

“Buah apelnya juga, yeah dan semua yang berbentuk apel. Aku suka apel.”

>>

Kurang lebih dua puluh lima menit akhirnya kami tiba di suatu tempat yang sudah tidak asing lagi bagiku.

“Kebun binatang??” Aku melirik Yoochun kaget. Tampaknya bola mataku hampir melompat keluar. Dia hanya tertawa.

“Kau kaget? Yeah sebenarnya sudah sangat lama aku ingin ke sini. Dulu waktu kecil aku tidak pernah kesini padahal aku sangat ingin. Ketika sudah besar jarang banget punya waktu ke sini. Nah sekarang mumpung aku sedang kosong dan kau mau menemaniku makanya aku jadi mau kesini.” Jelasnya panjang lebar, aku hanya masih tidak percaya.

“Sulit dipercaya seorang bintang sepertimu ternyata…” aku tidak mampu melanjutkan ucapanku lagi.

“Hahaha sudahlah, ayo turun. Sudah sampai sini masa hanya di mobil saja.”

Aku menunggunya membeli karcis di depan gerbang. Begitu dia datang dia menyerahkan karcisnya kepada petugas dan kami langsung bisa masuk.

“Jadi mau dimulai dari mana?” Aku mengedarkan pandanganku mencari-cari tempat yang bagus dikunjungi.

“Kita kesana.” Aku mengikuti Yoochun. Dia ke tempat Panda, di sana juga cukup ramai dengan beberapa pasang keluarga yang sedang liburan.

“Pandanya lucuuu. O, apa kita tidak bisa memberinya makan?” Aku berdiri membungkuk, meletakkan kedua tanganku dilutut.

“Ini.” Yoochun memberiku beberapa rumput dan bambu. Aku mengulurkan tanganku dan Panda itu dengan senang hati menerima makanan dariku. Aku tersenyum senang dan memerhatikannya makan.

“Kita ke tempat lain lagi. Di sana.” Aku mengajaknya ke kandang burung kakak tua. Di sana banyak sekali jenis burung kakak tua, tentu saja. Dan warnanya bermacam-macam.

“Lihat yang itu, dia cantik sekali, warnanya indah.” Yoochun menunjuk salah satu burung yang sedang bertengger di atas dahan.

“Kau benar, cantik sekali.” Aku memandang kagum. Kami lalu ke tempat binatang yang lain, dan berkeliling ke tempat yang lainnya lagi.

“Hei, apa kau tidak lapar?” Ujarku setelah berkeliling cukup lama, aku memegang perutku yang berbunyi. Dia malah tertawa.

“Wae? Aku serius, kenapa kau tertawa? Ayo kita pergi cari makan. Aku lapar sekali. Ini sudah waktunya makan siang.”

“Baiklah. Ayo kita pergi makan saja.”

Dia membawaku ke sebuah rumah makan tradisional. Dari luar tempat itu terlihat elegan sekali dengan desain bergaya rumah tradisional korea, dan juga pelayan-pelayannya sangat ramah.

“Kau sering makan di sini?” aku mengedarkan pandanganku. Suasananya sangat ramai, sepertinya tempat ini memang memiliki banyak pelanggan.

“Yeah, kalau akhir pekan kami sering makan di sini. Makanannya sangat enak kau tahu. Aku yakin kau pasti langsung suka.” Aku hanya menggangguk. Yoochun lalu memesan makanan dan aku hanya mengikuti apa yang dipesannya.

“Gamsahamnida.” Aku tersenyum pada seorang pelayan yang membawakan pesanan kami. Aku lalu mencobanya.

“Mm jinja mashissuhyo. Memang benar-benar enak.” Aku tersenyum lalu melanjutkan makan lagi, dia hanya tersenyum melihatku.

>>

Kami tiba di depan rumahku kira-kira pukul delapan dengan mobilnya.

“Jadi disini rumahmu.”

“Keure, terima kasih sudah mengajakku. Aku senang sekali seharian ini, sudah lama aku tidak pernah jalan-jalan seperti ini.” Ujarku dengan sumringah.

“Aniyo, aku yang berterima kasih karena kau mau menemaniku. Tapi tampaknya malah kau yang lebih senang daripada aku. Kau menikmatinya sekali.” Dia melirikku, mengejek.

“Hehehe mian, habis sudah lama aku tidak pernah jalan-jalan seperti ini.” Aku menggaruk kepalaku.

“Kalau lain kali ku ajak kau masih mau kan?

“Mm? Yeah, selama aku tidak sibuk.”

“Sepertinya malah kau yang lebih sibuk daripada aku ya.” Kami tertawa bersama.

“Baiklah, aku turun ya.” Aku membuka pintu mobil.

“Eunhwa~sshi.” Aku menoleh, menaikkan alisku.

“Kalau lain kali aku lewat di sekitar sini, tidak apakan kalau aku mampir?”

“Tentu saja. Mampirlah sekali-sekali.” Aku tersenyum.

“Aku turun ya.” Aku membuka lebih lebar pintu mobil yang tidak tertutup.

“Eunhwa~sshi.”

“Apa lagi?”

“Gomawo.” Dia tersenyum manis sekali, sedetik aku merasa bumi berhenti berputar. Aku membalas senyumnya. Semoga aku tidak terlihat girang sekali, batinku dalam hati.

Dia menurunkan kaca mobil setelah aku menutup pintu mobilnya.

“Jaljayo.”

“Jaljayo.” Aku melambaikan tanganku sampai mobilnya tidak terlihat lagi. Aku merasa senang sekali, aku menggoyang-goyangkan tasku sampai masuk ke dalam rumah, menyalakan lampu dan merebahkan diri di sofa. Aku baru teringat pada pot kecil yang Yoochun belikan tadi, aku lalu mengeluarkannya dari tas dan membolak-balikkannya dengan pelan.

“Memang menggemaskan sekali.” Aku tersenyum lalu bangkit ke kamar dan meletakkannya di beranda jendelaku.

“Kau tampak perfect sekali disana.” Aku membelainya pelan lalu bergegas mandi dan tidur.

>>


Setelah itu kami jadi semakin akrab, intens pertemuan kami juga semakin sering. Kadang dia mengunjungiku di kampus atau kami membuat janji, yeah tentu saja di sela-sela kesibukannya. Dan saat ini kami sedang makan siang di restoran yang sama waktu janjian kami yang pertama.

“Makanmu banyak sekali ya?”

“Hmm sedikit. Aku hanya tidak suka kalau badanku kurus, terlihat jelek sekali.” Aku tersenyum malu-malu.

“Cih, dasar.”

“Yoochun?” Aku menoleh mendengar suara seorang wanita yang memanggil Yoochun.

“Apa benar kau Yoochun?” Wanita itu kini berada di depan kami. Tiba-tiba Yoochun berdiri.

“Su Hye In?”

“Aigoo aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini chun.” Pipi wanita itu kini bersentuhan dengan pipi Yoochun, aku langsung memalingkan wajahku.

To Be Continue

Vocab:

1. Keure= baiklah, jadi, benar

2. Yoboseo= halo (ditelepon)

3. Molla= entahlah, tidak tahu

4. Jal jinae syeosseoyo?= apa kabar?

5. Jal jinaeyo= baik-baik saja

6. Mwo= apa?

7. Yaa= Hei

8. Naeil= besok *hehe mian,,yang di part 2 salah,, ,mestinya kemarin= oje*

9. Waeyo= kenapa?

10. Ottohke= bagaimana?

11. Joha= baiklah

12. Ne= iya

13. Cukhae= selamat

14. Babo= babo

15. Kaja= ayo pergi

16. Aniyo/ani= tidak, bukan

13. Jangkanman= tunggu

14. Gamsahamnida= terima kasih (formal)

15. Jinja mashissuhyo= enak sekali, benar-benar enak

16. Gomawo= terima kasih (informal)

27. Jaljayo= selamat malam (informal)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar