RSS

APPLE LOVE Part 4 (End of Part)


Title : Apple’s Love

Author : Nurul "Eunhwa"

Genre: Romance, comedy(maybe)

Cast : Micky ‘Park Yoochun’

Shin Eunhwa

Kim MinAh

Su Hye In, dll



Sekarang wanita itu bergabung bersama kami. Tadi aku sempat berkenalan dengannya, dan tampaknya dia cukup ramah. Namanya Su Hye In, aku mengakui senyumnya sangat manis, para pria pasti akan luluh kalau melihat senyumnya. Dia duduk di antara kami, tepatnya di sebelah kanan Yoochun. Mereka asyik bernostalgia, sedangkan aku hanya memandangi mereka sambil sesekali tersenyum kalau ada yang lucu atau ketika mereka melihat ke arahku. Lalu tiba-tiba ponselku berbunyi, ternyata Min Ah mengirimiku pesan yang menanyakan apa aku sedang bersama Yoochun sekarang, aku langsung menggunakan kesempatan ini.

“Err maaf. Sepertinya aku harus pergi sekarang.”

“Min Ah baru saja memberitahuku kalau dia sedang ada di rumah, jadi aku harus pulang sekarang.” Aku menjelaskan pada Yoochun.

“Kalau begitu aku akan mengantarmu.” Yoochun hendak berdiri tetapi aku langsung menahannya.

“Andwe, kau di sini saja. Pasti masih banyak hal yang ingin kalian bicarakan, kalian kan sudah lama tidak bertemu. Aku bisa pergi sendiri.” Aku tersenyum, meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.

“Baiklah, tapi telepon aku kalau kau sudah sampai di rumah.” Pintanya, diikuti anggukanku.

“Annyeong gyeseyo.” Aku membungkukkan sedikit badanku lalu segera keluar dari restoran. Aku sempat menoleh melalui kaca yang menyerupai dinding itu, dan bertemu pandang dengan Yoochun, aku kemudian melemparkan senyumanku sebelum benar-benar menghilang dari situ.

Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Salju terlihat menutupi beberapa dahan pohon yang aku lewati di jalan. Ya, ini sudah minggu ke dua di musim dingin. Aku baru sadar kalau sekarang aku sudah melewati satu musim dengan Yoochun, yeah kami bertemu di musim gugur dan sejak itu kami sering bersama. Mungkin aku juga sudah semakin yakin dengan apa yang kurasakan saat ini. Aku mendesis, memangnya apa yang aku rasakan?

Aku melangkahkan kakiku pelan menyusuri jalan, menikmati ketenangan yang aku rasakan. Aku berhenti di depan sebuah taman, banyak pasangan yang sedang duduk maupun sekedar berkeliling di taman itu. Taman itu juga terlihat romantis karena banyak lampu kecil yang kerlap-kerlip dikaitkan di tiap dahan pohon yang ada di situ. Aku memilih untuk duduk sebentar di salah satu bangku taman. Aku duduk bersandar dan mengayunkan kakiku, menutup mata dan menghirup dalam-dalam oksigen yang terhambur bebas di udara, dan mencium aroma udara malam yang sangat aku gemari. Aku selalu suka dengan udara malam, udara malam mempunyai bau yang khas dan menyejukkan. Aku sampai tidak sadar kalau ada seseorang yang duduk di sebelahku sampai dia menawariku cokelat panas. Aku langsung menoleh,

“Yoochun?” Aku terkesiap, benar-benar kaget kenapa dia bisa muncul di sini. Dia tersenyum lalu memberiku segelas cokelat panas, aku mengambilnya dan menggenggamnya, membiarkan hangatnya mengalir sebentar di kulitku yang dingin.

“Yaa kau bilang kau akan pulang, tapi kenapa malah di sini?” katanya lembut.

Aku memalingkan wajahku ke depan, malu. “Habis ini aku akan pulang kok. Aku hanya mampir sebentar karena capek berjalan. Ah tiba-tiba kakiku sakit, iya kakiku sakit.” Jawabku asal.

“Cih.” Dia meminum cokelatnya, aku mengikutinya.

“Mau jalan-jalan sebentar?” Aku menoleh, mengiyakan. Lalu tiba-tiba dia berdiri didepanku, membelakangiku dan agak membungkukkan badannya.

“Naiklah.”

“M-mwo?” tanyaku heran.

“Ya, naiklah. Tadi kau bilang kalau kakimu sakit kan? Naiklah, aku akan menggendongmu.”

“Ne? A-ani, aku bisa..” Dia tiba-tiba menarikku ke punggungnya. Akhirnya mau tidak mau aku harus mau. Ragu-ragu aku naik ke punggungnya.

“Ternyata kau lebih berat daripada yang terlihat.” Aku memukul pelan bahunya.

“Yaa, kalau begitu turunkan saja aku.” Dia tertawa.

“Kau memang berat, tapi aku tidak mungkin tidak bisa menggendongmu, aku kan kuat.” Ujarnya bangga, aku hanya mendesis.

“Oh ya, kenapa kau bisa di sini? lalu Hye In?”

“Setelah kau pergi, ada yang datang menjemputnya. Aku kemudian memutuskan untuk ke rumahmu saja, tapi aku malah melihatmu duduk di taman. Untung saja aku menoleh, kalau tidak aku pasti tidak melihatmu.” Aku hanya mengangguk, kemudian ada hening sesaat. Aku memutuskan untuk diam saja. Namun Yoochun ternyata berpikiran lain,

“Dia, Su Hye In, mantan yeoja chinguku sewaktu di SMA. Tapi kami tidak pernah berhubungan lagi sampai hari ini. Dia…”

“Kau tidak perlu menjelaskannya padaku, itu tidak ada hubungannya denganku.” Kataku datar, dia menolehkan wajahnya berusaha melihatku.

“Waeyo?” Aku memiringkan kepalaku.

“Jeongmal?” Tanyanya, aku menegakkan kembali wajahku ke depan.

“O lihat, ada kembang api di sana.” Aku menunjuk ke arah depan toserba, di sana ada sekelompok remaja yang sedang bermain kembang api. Dari sudut mataku, aku bisa melihat Yoochun sedang menatapku.

“Kita pulang sekarang?”

“Joha.”

>>


“Yaa! Kenapa kemarin kau tidak membalas pesanku?” Min Ah langsung duduk di sebelahku, saat ini dosen tidak jadi masuk makanya kami sedang tidak melakukan apa-apa.

“Kemarin aku lupa membalasnya, mianata.” Aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan ke luar, Min Ah mengikutiku.

“Hmm kau pasti sibuk sekali ya dengan Yoochun, sampai-sampai membalas pesanku saja tidak bisa.” Min Ah menyenggol lenganku, aku hanya berhenti menatapnya sebentar lalu berjalan lagi.

“Aku salah ngomong ya?” Min Ah berusaha mengejarku.

“Ani.”

“Lalu, ada apa?”

“Ani.” Kini kami duduk berhadapan di kantin. Aku memesan jus apel, dan Min Ah memesan soda.

“Eunhwa~ah.”

“Aku bilang tidak ada apa-apa Min Ah.” Aku menyeruput jusku setelah petugas kantin membawakannya di meja kami.

“Kemarin kami bertemu dengan mantan pacarnya Yoochun sewaktu di SMA.” Kataku akhirnya.

“Mwo? Jinja?” Min Ah kini melotot padaku.

“Keure. Kau tahu, dia wanita yang sangat cantik. Senyumnya juga manis sekali, aku saja yang sesama wanita menyukainya.” Lalu tiba-tiba Min Ah tertawa keras sekali. Aku saja sampai kaget.

“Waeyo? Kau kenapa?” Tanyaku heran.

“Jangan bilang kalau kau cemburu Eunhwa.” Dia tertawa lagi. Aku diam sesaat, berusaha mencerna kata-katanya.

“Mwo? Apa yang kau katakan?” Wajahku memerah.

“Benarkan. Sekarang wajahmu merah Eunhwa.” Dia tertawa semakin keras.

“Akhirnya kau memang benar-benar menyukainya.” Min Ah mencubit pipiku.

“Kau mau mati hah?”

“Sudah saatnya kau harus jujur pada dirimu sendiri.”

“Kau tidak mungkin terus-terusan membohongi perasaanmu Eunhwa.” Aku menatap lekat mata Min Ah, tampaknya dia serius dengan apa yang di katakannya.

“Aku mau pulang saja. Aku mau mengerjakan tugas yang belum selesai. Bye Min Ah.” Aku tersenyum padanya dan meninggalkannya yang masih bingung dengan kepergianku yang tiba-tiba.

>>


Aku menunggu Yoochun di depan bioskop, dia sudah berjanji akan mengajakku nonton malam ini. Tapi sudah setengah jam berlalu dia belum muncul juga. Aku sudah resah menunggunya, setengah jam kemudian dia masih belum muncul, padahal filmnya sudah mulai diputar sekitar sepuluh menit yang lalu. Tiba-tiba ponselku berdering, aku melihat nama Yoochun yang muncul di layar.

“Eunhwa~ah mianhata. Aku tiba-tiba tidak bisa menepati janjiku, ada urusan yang sangat mendesak yang tidak bisa kutinggalkan. Jeongmal mianhata.” Dia langsung bicara ketika aku mengangkat teleponnya. Tadinya aku berniat akan marah-marah, tapi langsung kuurungkan niatku.

“Apa sangat penting?” Tanyaku hati-hati.

“Y-ya, sangat penting untukku. Mohon kau jangan marah, akan aku ganti dihari lain. Bagaimana?”

“Kau tidak perlu kuatirkan aku kalau itu memang sangat penting. Gwaenchana.”

“Benarkah? Aku janji akan menggantinya di hari lain. O, aku harus pergi sekarang. Jaga dirimu ya.” Dia memutuskan telepon, tampaknya dia sedang ada pekerjaan sekarang. Akhirnya aku memutuskan keluar dari bioskop. Tapi dipintu masuk aku bertemu dengan Junsu dan Changmin, mereka langsung menyapaku. Yeah, aku sudah pernah bertemu dengan mereka sebelumnya saat sedang makan siang di sebuah rumah makan, Yoochun mengenalkan mereka semua padaku. Kesan pertamaku pada Junsu oppa adalah, dia orang yang sangat baik dan tulus. Changmin oppa sangat manis juga sangat menghormati semua hyungnya, aku dan dia hanya terpaut beberapa bulan. Aku kaget melihat Jae oppa yang ternyata cantik tapi dia cowok banget kok, dan Yunho oppa yang terlihat sangat kharismatik. Hanya Yoochun yang tidak aku panggil oppa, entahlah aku hanya merasa aneh memanggilnya begitu. Awalnya dia keberatan karena katanya aku tidak adil, tapi lama-lama dia tidak memusingkannya lagi, katanya “Biarlah, aku kan beda dari yang lain, iakan jhagiya?” saat itu aku langsung menjitak kepalanya. Aku senang bisa kenal dengan mereka, mereka semua sangat baik dan bersahabat, aku juga tidak canggung kalau bersama mereka, mereka senang bercanda.

“Eunhwa~sshi sedang apa kau disini? Mana Yoochun hyung?” ujar Junsu setelah dia menundukkan sedikit kepalanya.

“Ne? Tadi dia menelponku membatalkan janji kami. Katanya ada urusan, dia tidak bersama dengan kalian oppa?”

“Aniyo, urusan? Tadi dia pamit katanya akan bertemu denganmu hari ini. Kami tidak ada jadwal hari ini.”

“Oh, mungkin dia punya urusan lain. Baiklah, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa.” Aku lalu keluar dari bioskop menuju mall setelah berpamitan dengan mereka berdua, aku memang berniat membeli beberapa barang hari ini, karena tidak ada Yoochun jadi tidak ada yang menemaniku, aku juga malas kalau harus menelpon Min Ah lagi.

Aku sedang memilih baju ketika mataku tertuju pada seseorang di stand perhiasan di depan. Tidak, tepatnya sepasang, itu Yoochun, dan.. Su Hye In? Aku terpaku ditempatku, aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat, jadi ini yang dimaksudkannya “urusan yang penting?” aku mendesis. Aku melangkahkan kakiku berniat menghampiri mereka, tapi langsung kuurungkan niatku, lebih baik untukku kalau aku meninggalkan tempat itu sekarang juga. Aku langsung meletakkan baju yang sedang aku pegang tadi, dan meminta maaf pada petugasnya karena tidak jadi membelinya dan segera pergi dari tempat itu.

Entahlah, aku merasakan sesuatu yang hangat mengalir turun dipipiku, aku juga merasa dadaku seperti terhimpit sesuatu, begitu sesak. Aku tidak tahan lagi, aku tidak ingin terlihat seperti ini. Aku segera berlari keluar dan menyetop taksi yang kebetulan lewat didepanku.

>>

Ini sudah jam dua malam tapi mataku sepertinya tidak berniat untuk menutup. Aku sudah beberapa kali bolak balik ditempat tidurku. Ponselku yang kuletakkan di meja di samping tempat tidur sudah berhenti berdering daritadi, yeah sejak jam sepuluh malam tadi ponselku terus berdering tanpa henti. Aku sudah bisa menebak siapa yang terus membunyikannya, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk menyentuh ponselku. Nanti setelah jam menunjukkan pukul tiga pagi baru mataku bisa menutup dengan sempurna.

>>


Aku mulai tersadar setelah aku merasakan seseorang menggoyang-goyangkan kakiku. Begitu aku membuka mata aku langsung menyipitkannya lagi, begitu silau, jam berapa sekarang? Aku langsung terduduk ditempat tidurku.

“Yaa Eunhwa, sudah berapa lama kau tidur hah? Ini sudah jam 11 pagi!! Dan kau kehilangan dua jam mata kuliah tadi! Aku baru saja akan menyiramimu air kalau kau tidak bangun-bangun juga.” Bisa kulihat Min Ah sedang memegang gelas yang berisi air sekarang.

“Kita tinggal lima bulan lagi Eunhwa, apa kau mau terlambat diwisuda? Dan kenapa pintu rumahmu tidak terkunci waktu aku datang tadi? Jangan bilang kalau semalaman pintu rumahmu tidak terkunci!” Aku memegang kepalaku, agak berat.

“Gwaenchanayo?” Min Ah meletakkan gelasnya di meja, dan duduk menghadapiku, raut wajahnya jelas sekali kalau ia khawatir padaku. Aku hanya diam.

“Eunhwa, apa yang terjadi? Kau bisa menceritakan semuanya padaku.”

“Molla, aku juga tidak mengerti.” Tiba-tiba ponselku berdering, aku dan Min Ah sama-sama menoleh kearah sumber suara. Kemudian Min Ah bangkit berdiri mengambil ponselku dan menyerahkannya padaku.

“Yoochun.” Aku sempat memandangnya kemudian pelan-pelan mengambil ponselku dari tangannya. Ragu-ragu aku menekan tanda on.

“Yoboseo. Eunhwa~ah gwaencahanayo? Kenapa semalam kau tidak mengangkat teleponku? Aku berkali-kali menghubungimu dan mengirimimu pesan, tapi tak ada yang kau balas satupun. Apa ada sesuatu yang terjadi padamu?” aku mendesis, tersenyum kecut.

“Mianhae, semalam aku lupa menaruh ponselku dimana.” Aku merasakan Min Ah menatapku sekarang.

“Oh baguslah, aku kira sesuatu terjadi padamu. Aku sangat khawatir kau tahu.”

“Umm, aku ingin minta maaf lagi soal yang kemarin, aku dengar kau bertemu dengan Junsu dan Changmin yah, mereka….”

“Aku sedang tidak ingin bicara sekarang Yoochun, aku merasa sangat lelah.” Aku memotong pembicaraan Yoochun.

“Jeongmal gwaencanayo?” nada suaranya terdengar khawatir.

“Tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya…. Merasa tidak enak badan sedikit.”

“Apa kau sakit? Aku akan kerumahmu sekarang.”

“Andwe! Ah, maksudku kau tidak usah ke rumahku, aku tidak apa-apa. Ingat, kau tidak usah ke rumahku. Sudah ya, aku ingin istirahat.” Aku memutuskan telepon. Dan aku melihat 16 panggilan tidak terjawab dan lima pesan masuk. Isinya dari Yoochun semua. Aku lalu menutup ponselku dan melemparkannya ke sebelahku. Aku mengalihkan mataku ke arah Min Ah yang sedang menatapku.

“Waeyo? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau begini? Kau juga tampak kusut sekali.” aku berbaring lagi dan meletakkan lenganku dikepalaku.

“Entahlah Min Ah, aku juga tidak paham. Rasanya hatiku sesak.”

“Apa Yoochun yang membuatnya begitu?” lama baru aku mengangguk, mengiyakan.

“Benarkan apa kataku, kau menyukainya, aku tahu yang kau rasakan.”

“Sudahlah Min Ah, aku tidak ingin mendengarnya.” Aku memalingkan wajahku.

“Kau tidak perlu mendengar apa-apa dariku, kau hanya harus jujur pada dirimu sendiri.”

“Kau tidak akan begini kalau kau jujur pada dirimu sendiri Eunhwa.” Aku hanya diam, kemudian aku memutuskan untuk menceritakannya pada Min Ah. Aku duduk ditempat tidur dan menyilangkan kedua kakiku, kemudian aku menceritakannya dengan rinci.

“Apa yang kau lihat itu betul dia?”

“Aku tidak mungkin salah Min Ah! Aku melihatnya dengan sangat jelas! Mataku tidak rabun!” aku menatap Min Ah kesal.

“Baiklah, kalau itu memang benar, dia sangat keterlaluan. Tapi apa kau tidak ingin meminta penjelasan darinya?”

“Untuk apa? Toh dia bukan siapa-siapaku.” Aku mengalihkan pandanganku, bibirku agak pahit mengucapkannya. Tiba-tiba aku mendengar pintu rumahku diketuk seseorang. Kami langsung berpandangan.

“Min Ah, tolong kau bukakan pintu. Kalau itu Yoochun bilang saja aku sedang istirahat dan aku tidak ingin diganggu siapapun, minta dia untuk pulang saja.”

“Eunhwa…”

“Aku minta tolong padamu sekali ini saja. Tolong aku, aku benar-benar tidak ingin bertemu dengannya.” Min Ah menatapku sebentar kemudian dia keluar, aku langsung menutup pintu kamarku, dan berdiri di balik pintu, mencoba mendengarkan.

“O, Min Ah kau disini? Bagaimana Eunhwa? Apa dia sakit?” suara Yoochun terdengar khawatir.

“Dia baik-baik saja, dia hanya sedikit tidak enak badan. Dan tidak ingin diganggu.” Ada jeda sesaat sebelum Min Ah mengucapkan itu.

“Apa dia tidak ingin aku menemuinya?”

“Dia tidak ingin bertemu siapa-siapa Yoochun~sshi, katanya dia ingin istirahat. Kalau kau masuk sekarang, kau hanya akan menganggunya, dia sedang tidur saat ini.”

“Bisakah aku melihatnya? Hanya melihatnya supaya aku bisa tenang.” Min Ah diam sesaat.

“Baiklah, tapi hanya melihatnya dan hanya sebentar.” Aku langsung berlari ke tempat tidurku, memperbaiki poseku agar terlihat tertidur sungguhan. Dalam hati aku mengutuki Min Ah. Aku mendengar pintu kamarku terbuka.

“Benarkan, dia sedang tidur.” Sekitar lima menit baru aku mendengar pintu kamarku menutup lagi, tiba-tiba air mataku menetes, aku langsung cepat-cepat menghapusnya. Aku sendiri heran kenapa aku bisa sangat cengeng, padahal sebelumnya aku salah satu wanita yang tidak gampang menangis. Yeah, itu berubah sejak aku bersama Yoochun.

“Dia sudah pergi.” Aku tetap tidak merubah posisiku yang berbaring menghadap sisi sebelah kanan.

“Eunhwa~ah apa kau yakin dengan apa yang kau lakukan?” aku masih tidak menyahut.

“Aku hanya bisa bilang hal yang sama, kau hanya harus jujur pada dirimu sendiri agar kau tidak terluka seperti ini.”

“Apa kalau aku jujur, semua akan seperti yang aku harapkan?” Aku sendiri kaget mendengar suaraku meninggi.

“Setidaknya kau mau jujur, dan mengikhlaskan segalanya Eunhwa. Dengan begitu perasaanmu akan lega, dan kau bisa mengerti bagaimana mencintai seseorang dengan benar, tanpa memaksakan kehendakmu sendiri, dan tidak melukai hatimu sendiri.” Air mataku berlinangan lagi, sulit untuk menahannya. Min Ah mengelus pundakku.

“Ige sarang ingayo? Jeongmal ige sarang ingayo?” aku sedikit terisak.

“Kenapa disaat aku baru merasakan perasaan ini, tapi malah jadi seperti ini?”

“Malang sekali ya cinta pertamaku Min Ah.” Aku tertawa hambar, Min Ah langsung memelukku.

“Kau jangan seperti ini ya, semua akan baik-baik saja. Aku akan meninggalkanmu sendirian untuk memikirkan segalanya. Telepon aku kalau ada apa-apa. Jangan berbuat macam-macam.” Aku menghapus air mataku.

“Wae? Kau kira aku akan bunuh diri karena masalah ini?” aku tertawa pelan.

“Aku tidak akan, yang benar saja. Hhh, aku jadi cengeng ya.”

“Gwaenchana. Menangis adalah cara seorang perempuan mengekspresikan perasaannya.” Min Ah tersenyum lembut padaku dan menghapus air mataku.

“Gomawoyo Min Ah, aku tidak tahu akan bagaimana kalau tidak ada kau.”

“Makanya hubungi aku kalau ada apa-apa. Baiklah aku pulang ya, jaga dirimu, jangan lupa makan.” Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Lama aku terduduk ditempat tidurku sebelum aku memutuskan untuk mandi menyegarkan badanku.

>>

“Yoboseo.”

“Yoboseo. Min Ah , aku memutuskan akan mebicarakan semuanya pada Yoochun. Aku sudah memikirkannya matang-matang dari kemarin. Aku akan jujur padanya, termasuk soal perasaanku. Setelah aku bicara aku tidak akan mengganggu hidupnya lagi, aku sadar aku memang tidak pantas untuknya.”

“Apa kau sudah yakin dengan yang kau katakan?”

“Aku benar-benar harus mengakhirinya. Aku tidak suka kalau dibayang-bayangi seperti ini.”

“Terserah padamu, aku hanya bisa mendukungmu. Jadi kapan kau akan bicara dengannya?”

“Malam ini.”

“Malam ini? Apa itu tidak terlalu cepat?”

“Memangnya apa yang aku tunggu? Aku benar-benar sudah lelah, aku ingin cepat-cepat mengakhiri ini semua.”

“Baiklah kalau memang kau berpikir begitu. Lebih cepat juga lebih baik untukmu agar bisa melupakannya.”

“Yeah, kau benar. Baiklah, sudah ya. Aku akan mempersiapkan diriku untuk malam ini.”

“Baiklah, semoga beruntung Eunhwa, hwaiting!”

>>


Aku sangat gugup saat ini, aku sedang menunggu Yoochun di taman yang sama waktu kami pertama kali bertemu, waktu aku bertabrakan dengannya. Aku menghubunginya dan memberitahunya bahwa aku ingin bertemu di sini. Aku sudah bertekad kalau aku akan mengakhirinya disini dan aku takkan mengeluarkan air mata setetes pun. Aku tidak mau menangis didepannya.

“Yaa Eunhwa~ah, kenapa kau baru menghubungiku hah? Aku sudah hampir gila tidak mendengarmu sama sekali selama satu hari lebih!” Yoochun mencubit pipiku gemas. Aku mengelak, tampaknya dia heran dengan sikapku.

“Aku ingin bicara hal yang serius denganmu. Anjuseyo.” Dia duduk disampingku dengan ekspresi yang bingung.

“Kau serius sekali. Apa ada masalah?” Aku menatapnya tak percaya, ekspresinya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia sudah melakukan sesuatu dibelakangku. Aku mendesis.

“Yeah, mungkin masalah kecil bagimu tapi bagiku ini masalah besar, sangat besar.”

“Malhaebwa. Aku akan mendengarnya.” Aku menatapnya lagi, kali ini benar-benar muak.

“Yaa!! Kenapa kau bersikap seperti tidak apa-apa sih? Hhh membuatku gila!” Aku kehilangan kendali, dadaku seperti meledak-ledak.

“Apa yang kau bicarakan?” tanyanya bingung.

“Aigoo, kenapa aku harus merasakan ini padamu? Ini pertama kalinya dan kenapa harus kau orangnya? Malangnya aku.”

“Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti.”

“Aku bingung harus memulainya darimana! Terlalu memusingkan.”

“Dari awal saja. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu Eunhwa?”

“Aissh ini gara-gara kau tahu! Hhh benar-benar memalukan! Baiklah aku akan menceritakannya tapi kau jangan tertawa, dan aku harap ini pertemuan kita yang terakhir!” Tampaknya dia kaget dengan apa yang aku katakan.

“Sejak aku bertemu denganmu, semuanya berubah.”

“Berubah?”

“Jangan menyelaku! Dengarkan saja sampai aku selesai!”

“Baiklah, aku jadi takut padamu, kau jadi galak sekali.” Aku memelototinya, dan dia mengisyaratkan seperti menutup rasleting dimulutnya.

“Aku jadi sering membayangkanmu, tiba-tiba tersenyum sendiri, dan selalu gelisah menunggu telepon atau pesanmu.” Wajahku mulai panas lagi, aku melihat ekspresi mukanya berubah.

“Aku rasa aku mulai bergantung padamu, dan yeah akhirnya lama-lama aku mulai menyadari perasaan itu. Aku sering memandangi pot kecil berbentuk apel yang kau belikan waktu jalan-jalan kita yang pertama. Kau masih ingat? Aku terus memikirkanmu, selalu tidak sabar menunggu kapan kita akan bertemu lagi. Dan aku mulai tahu bagaimana rasanya kangen pada seseorang yang kau sayangi.”

“Awalnya aku berpikir kau merasakannya juga, seperti yang dikatakan Min Ah padaku, tapi sepertinya aku salah.” Aku menunduk dan tersenyum kecut.

“Kenapa kau beri harapan kosong padaku?”

“Aku tidak…”

“Aku melihatmu bersama Su Hye In di mall beberapa waktu lalu, saat kau tiba-tiba membatalkan acara nonton kita karena urusan yang kau bilang begitu mendesak dan sangat penting.”

“Waktu itu….”

“Itu sebabnya malamnya aku tidak mengangkat teleponmu, aku berbohong ketika kubilang aku lupa meletakkan ponselku dimana. Aku hanya tidak ingin berbicara denganmu sementara waktu. Aku merasa terpukul sekali mengetahui kenyataannya seperti itu.”

“Aku jadi sadar kalau.. kalau aku memang tidak cocok untukmu. Yeah dunia kita memang berbeda.” Aku menunduk lagi.

“Eunhwa…”

“Aku akan jujur padamu sekali ini saja.” Aku terdiam beberapa detik, memantapkan hatiku. Aku memberanikan diri menatap matanya.

“Saranghamnida.” Mata kami saling berpautan satu sama lain, matanya terlihat teduh dan aku tidak tahan menatapnya lebih lama lagi. Akhirnya aku memalingkan pandanganku.

“Aku baru pertama kali merasakan ini, jadi maklumi saja kalau aku terlihat konyol, kampungan atau apa kau menyebutnya.” Aku tertawa hambar.

“Aku akan membuang semua bayangan antara kau dan aku. Aku akan berusaha melupakanmu, kau tenang saja.”

“Ini adalah pertemuan terakhir kita, aku harap kau tidak akan terganggu dengan kehadiranku lagi. Kau bisa pergi dengan orang yang kau sayangi.” Aku berdiri dari tempat dudukku. Tapi tiba-tiba Yoochun tertawa, aku menatapnya heran. Dia tertawa keras sekali, aku merasa seperti dipermainkan.

“Aku sudah melarangmu tertawa! Aku serius. Apa kau kira ini lelucon?” Aku tidak percaya dia masih tertawa.

“Aku akan pergi sekarang juga, mohon kau jangan mencariku. Selamat tinggal.” Aku berbalik meninggalkan dia yang masih duduk. Lalu tiba-tiba Yoochun memelukku dari belakang, aku tertegun, terdiam beberapa detik. Jantungku mulai berdetak cepat, tapi aku sudah tidak mau terjebak dalam suasana seperti ini lagi. Aku berusaha mengelak melepaskan pelukannya tapi dia malah menarikku lebih erat, aku bisa merasakan desahan nafasnya ditelingaku.

“Babo! Dasar orang bodoh.” Kami sama-sama terdiam beberapa saat.

“Kau ini memang orang yang bodoh sekali.” Aku rasa dia tersenyum.

“Lepaskan aku.”

“Aku tidak akan melepaskanmu. Tidak akan pernah.” Dia memelukku lebih erat lagi. Perasaanku jadi campur aduk sekarang.

“Apa yang kau lakukan? Aku rasa orang-orang mulai memerhatikan kita Yoochun.” Aku melihat beberapa orang yang lewat didepan kami menoleh.

“Aku tidak peduli dengan orang-orang itu. Aku hanya peduli padamu saat ini.”

“Kenapa kau bisa berpikiran bodoh seperti itu hah? Kau ini sok tahu sekali padahal sama sekali tidak tahu apa-apa.” Saat ini aku hanya bisa diam mendengarkan, aku sama sekali tidak bisa bergerak, Yoochun mengunciku dalam pelukannya.

“Apa kau tidak tahu betapa tersiksanya aku tidak mendengar kabarmu sehari saja?”

“Siapa bilang aku tidak merasakan hal yang sama? Aku juga selalu memikirkanmu setiap saat, selalu menunggu kapan aku bisa bertemu lagi denganmu, selalu gelisah kalau aku tidak menghubungimu. Aku juga selalu kangen kalau tidak sedang bersamamu, selalu mengingat senyummu yang riang itu. Aku sangat menyukai senyummu dan caramu tertawa, kau benar-benar membuatku selalu ceria Eunhwa.” Aku rasa pipiku mulai basah lagi, padahal sudah susah payah aku tahan.

“Kau sangat bodoh kan?” Yoochun menyandarkan dagunya dibahuku, menyandarkan kepalanya di kepalaku dan memelukku lebih erat lagi.

“Kau tidak kreatif! Itukan kata-kataku.”

“Aku tidak ingin kehilanganmu Eunhwa~ah. Tolong jangan tinggalkan aku, jangan pergi dariku seperti itu. Siapa bilang dunia kita berbeda? Kita masih tinggal di planet yang samakan? Di tanah yang sama? Di langit yang sama?” Aku terdiam beberapa detik.

“Aku masih belum percaya dengan apa yang kau katakan.” Yoochun merenggangkan pelukannya dan membalikkan tubuhku menghadapnya.

“Kau tidak percaya?” aku menggeleng. Dia mengalihkan pandangannya kemudian duduk dengan salah satu lututnya menyatu di tanah. Aku langsung mundur selangkah, kaget dengan yang dilakukannya. Tapi dia malah meraih sebelah tanganku dan menarikku lebih dekat.

“Yoochun~ah apa yang kau lakukan? Cepat berdiri.” Aku mulai khawatir. Tapi dia tenang-tenang saja dan malah tersenyum. Kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sesuatu berbentuk apel tapi agak kecil, sepertinya terbuat dari kayu. Bentuknya sangat mirip apel, awalnya aku juga mengira kalau itu adalah buah apel, sampai ketika dia membuka sisi atasnya, aku tercekat. Aku menutup bibirku dengan tangan yang satunya, isinya sebuah cincin yang luar biasa cantiknya. Cincin itu sangat sederhana tapi sangat cantik dihiasi berlian-berlian kecil membentuk buah apel di tengahnya.

“Eunhwa~ah apa kau mau menjadi wanitaku, selamanya?” air mataku menetes lagi, kali ini sama sekali tidak bisa aku bendung. Aku menatapnya lama, mencari ketulusan dalam matanya, dan aku menemukannya, juga kelembutan dan kehangatannya. Kemudian aku mengangguk, antusias. Yoochun lalu bangkit memelukku, sangat erat. Aku balas memeluknya, seolah tidak ingin lepas lagi darinya.

“Mulai sekarang kau tidak bisa kabur dariku lagi. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, arasseo?” aku menggangguk dan menangis dalam pelukannya.

“Padahal aku sudah bertekad tidak akan menangis didepanmu. Aku jadi cengeng sejak bersamamu tahu.” Dia tertawa.

“Gwaenchana, asal kau berjanji air mata kebahagiaanmu itu hanya untukku.”

“Tapi, Su Hye In?” aku melepas pelukannya dan menengadah menatapnya.

“Aishhh kau ini. Dia itu tidak ada hubungannya, dia sudah menikah dua tahun yang lalu. Waktu kau melihatku dengannya aku sedang mencarikanmu cincin, aku meminta bantuannya untuk memilihkannya untukmu. Kenapa harus hari itu? Karena besoknya dia sudah harus kembali ke London bersama suaminya. Sudah mengerti?”

“Mwo? Kenapa kau tidak memberitahuku kalau dia sudah menikah?” aku meninju pelan dadanya.

“Waktu itu aku mau memberitahumu, tapi kau malah memotong pembicaraanku. ‘Kau tidak perlu menjelaskannya padaku, toh tidak ada hubungannya denganku’ masih ingat?” Yoochun mengutip perkataanku waktu itu. Dia menyundul kepalaku pelan.

Aku mengalihkan pandanganku “Oh yang itu. Mianhaeyo aku sudah salah paham padamu. Aku jadi malu karena sudah salah sangka.”

“Yaa kalau tahu begini aku tidak akan mengatakan semuanya tadi. Aisshh benar-benar memalukan.” Aku menutup wajahku yang merah dengan kedua tanganku. Aku membuatnya tertawa lagi.

Dia menarik tanganku dan menatapku dalam. “Kau tidak perlu malu Eunhwaku. Aku senang kau mengatakan semuanya padaku, jangan ada yang disembunyikan lagi. Arasseo?”

“Arasseo.” Yoochun mencium dahiku lembut dan dalam, kemudian aku memeluknya lagi. Aku benar-benar lega semuanya berakhir bahagia, aku sangat sangat bahagia sekarang. Aku seperti tidak mau melepaskan pelukanku.

“Oh ya, kotak apelnya lucu sekali. Untukku ya?”

“Shiro.”

“Yoochun~ah buatku saja. Aku menyukainya, sangat lucuu. Kau sudah sengaja membentuknya seperti apel masa kau tidak mau memberikannya padaku.”

“Baiklah, sagwaku” Yoochun menarik pelan hidungku dengan gemas kemudian menyerahkannya padaku. Aku mengambilnya dengan riang seperti seorang anak kecil yang baru saja diberi hadiah.

“Gomawoyo. Lihat lucu sekalikan.” Dia tersenyum manis sekali.

“Kita pulang?”

“Kaja. Tapi gendong aku lagi.” Aku tersenyum jail.

“Mwo? Aduh kakiku sakit.” Dia memegang kakinya.

“Aaa kau jangan bercanda. Aku tahu kau hanya pura-pura. Cepat gendong aku.”

“Aku rasa kau mulai manja sekarang. Kau hanya boleh seperti ini didepanku saja, kau tahu?”

“Ara. Makanya cepat gendong aku. Ppali ppali.” Aku menekan bahunya kebawah menyuruhnya menunduk.

“Baiklah, tapi aku ingin mendengar lagi yang kau katakan tadi.” Pipiku langsung memerah lagi.

“Mwo? Shiro! Kalau begitu aku jalan saja.” Aku berjalan mendahuluinya.

“Jhagiya aku ingin mendengarnya lagi. Ayo katakan sekali lagi.” Dia merangkulku. Aku lalu melepas tangannya.

“Shiro! Aku tidak mau, sudah kubilang tadi kalau aku hanya akan mengatakannya sekali!” aku melipat kedua tanganku. Tiba-tiba Yoochun berhenti merendah didepanku dan menarikku kepunggungnya, aku langsung berteriak karena kaget dan belum siap saat dia sudah berdiri lagi dan berlari.

“Yoochun~ah aku bisa jatuh!!!”

“Tidak akan, aku tidak akan membiarkanmu jatuh Apelku sayang!”


THE END


Vocab:

1. Andwe= jangan/tidak boleh

2. Annyeong gyeseyo=selamat tinggal (diucapkan oleh orang yang akan pergi)

3. Yaa!=hei!

4. Mwo?=apa?

5. Ani/aniyo=tidak

6. Ne=ia, kalau diikuti ‘?’ bisa berarti ‘apa?’

7. Yeoja chingu=pacar

8. Wae/Waeyo?=kenapa?

9. Jeongmal= sungguh, benar. Kalau diikuti ‘?’ sungguh? Atau benarkah?

10. Kaja= ayo pergi

11. Ige sarang ingayo?= apakah ini cinta?

12. Arasseo= aku mengerti

13. Gwaenchana=tidak apa-apa

14. Anjuseyo=silahkan duduk

15. Shiro=Tidak mau

16. Sagwa=apel

17. Yeobo/jhagiya=sayang

Read More

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

I'm Down -,-

Okay, saya pikir ini adalah masa terpuruk dalam hidupku..
Lebih buruk dari diputusin pacar, lebih buruk dari tak dianggap oleh teman, bahkan lebih buruk dari nggak makan selama 2 hari!! (?)
Yang jelas I'll not said what it is here. Tapi saya benar" berpikir bahwa ini adalah saat dimana roda kehidupan saya berada dibawah. Tapi mungkin juga tidak, karena saya tidak tahu apa yang akan terjadi dikemudian hari, yang jelas untuk kehidupan saya sampai sekarang, ini adalah saat paling terpuruk saya!
Hati saya sesak merasakannya, kepala saya sakit memikirkannya bahkan mata saya kering untuk mengeluarkannya! *air mta maksudnya*
Saya hanya ingin suasana yg tenang! Supaya z bisa memikirkan semuanya lagi Just that..
So don't judge me! Saya akan berusaha lebih baik lagi I swear, just give me a change..... I'll do the best that I have. Read More

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Apple Love Part 3


Title : Apple’s Love

Author : Nurul "Eunhwa"

Genre: Romance, comedy(maybe)

Cast : Micky ‘Park Yoochun’

Shin Eunhwa

Kim MinAh, dll



“Keure, kapan kau akan kencan dengan Yoochun?”

“Kencan? Kau ini sembarang saja. Aku hanya menemaninya, tidak lebih. Aku tidak berani mengharapkan sesuatu diluar itu.” Aku memainkan sedotanku. Saat ini kami sedang istirahat, kami sedang membantu ibunya Min Ah di kafenya karena pegawainya cuti lagi. Yah hitung-hitung ucapan terima kasihku karena traktiran di restoran minggu lalu.

“Tapi kenapa dia belum menghubungimu lagi? Ini sudah tiga hari sejak dia menelponmu.”

Aku mengangkat bahu. “Molla. Jangan lupa kalau dia seorang publik figur Min Ah. Dia mungkin sedang sibuk saat ini.”

“Yeah, tapi….” Suara Min Ah terhenti karena dering ponselku berbunyi nyaring sekali. Aku melihat nama yang tertera di layar, “Yoochun”.

“Dia menelpon.” Aku memberitahu Min Ah hampir setengah berbisik. Min Ah langsung mendekat ke arahku.

“Cepat angkat.” Ujarnya semangat. Aku lalu menekan tanda on.

“Yoboseo.” Aku bicara hati-hati.

“Yoboseo, Eunhwa~sshi ini aku Yoochun.”Suaranya terdengar sejuk. Sudah lama aku tidak mendengarnya lagi.

“Yeah, aku tahu. Jal jinae syeosseoyo?” Aku melirik Min Ah. Ekspresinya masih sama. Matanya yang berseri-seri memandangku dengan giginya yang tersusun rapi mengintip dari balik bibirnya yang tipis. Sekarang dia malah mendekatkan telinganya.

“Jal jinaeyo. Kau bagaimana?”

“Aku juga baik-baik saja.”

“Baguslah, o apa kau tidak merindukanku?” Nadanya terkesan menggoda tapi sayangnya aku terlalu cepat bereaksi. Lansung terperanjat begitu mendengarnya.

“Mwo? Tentu saja tidak!” Pipiku memerah lagi. Entah kenapa dia gampang sekali membuatku malu.

“Yah sayang sekali, aku kecewa.” Dia menunjukkan nada menyesalnya.

“Yaa, apa yang kau bicarakan? Sshh saat ini aku sedang sibuk jadi cepatlah.” Min Ah mencubit perutku gemas.

“Oh kau sedang sibuk, baiklah. Aku hanya mau memberitahumu kalau aku sudah menentukan waktunya. Bagaimana kalau kita bertemu besok?”

“Naeil?” Aku mengangkat alisku lalu melirik Min Ah. Min Ah sama kagetnya.

“Keure, waeyo? Kau tidak bisa?”

Aku menggeleng, tentu saja dia tidak melihatnya. “Ah ani. Sepertinya besok aku kosong kok. Jadi kita bertemu di mana?”

“Kita bertemu di stasiun kereta bawah tanah saja, jam 10 pagi. Ottohke?”

“Mm-hm baiklah. Tapi apa kau tidak takut ketahuan lagi? Di sana kan ramai.”

“Aku tidak mau menanggung resiko kalau harus berlari lagi.” Aku menyipitkan mata.

“Tenang. Kau tidak perlu khawatirkan itu. Aku sudah punya cara mengatasinya.” Dia tertawa.

“Joha, aku akan memegang kata-kata mu.”

“Oh ya kau sedang dimana sekarang?”

“Ah aku sedang di cafenya ibunya Min Ah. Kami membantu disini karena pegawainya ada yang cuti.”

“O, apa kau sedang tidak sibuk sekarang?” Lanjutku.

“Ne, kami sedang tidak ada pekerjaan. Makanya kami hanya dirumah saja.”

“Kami? Oh kalian semua sedang berkumpul dirumah saat ini?”

“Yeah, kami memutuskan untuk bermalas-malasan di rumah saja mumpung sedang kosong.”

“Baiklah kalau kau sedang sibuk sekarang. Aku tidak mau mengganggumu, sampai jumpa besok.”

“Ne, sampai jumpa besok.” Aku menutup telepon dan tersenyum pada Min Ah.

“Katanya besok kami akan bertemu.”

“Wuaa cukhaeee.” Min Ah memelukku sangat erat, sepertinya malah dia yang lebih senang daripada aku sendiri.

>>


Aku tiba di stasiun jam sepuluh tepat, saat ini memang tidak begitu ramai. Aku rasa ini menguntungkan. Aku lalu duduk di bangku yang lebih dekat dengan pintu masuk. Selang beberapa menit tiba-tiba ada seorang laki-laki mencurigakan berjalan ke arahku. Aku mulai khawatir karena dia berhenti tepat di depanku. Aku memerhatikannya dari atas sampai bawah, dia tampak aneh sekali mengenakan celana panjang warna kulit dengan jas warna senada yang menutupinya sampai lutut. Dia juga mengenakan kacamata hitam dan topi ala detektif.

“Yoochun?” tanyaku hati-hati.

“Keure ini aku.” Katanya pelan sambil menurunkan kacamatanya sedikit.

“Hhhh yaa! Kau membuatku takut saja!” Aku berdiri dan memukulnya dengan tasku.

“Waeyo? Ini penyamaranku. Kalau kau tidak mengenaliku berarti aku berhasil kan?”

“Apanya yang berhasil? Penampilanmu aneh sekali tahu!”

“Dengan begini kau malah menarik perhatian orang! Sshh babo! Ayo, kita harus mengganti pakaianmu!” Aku menariknya keluar stasiun dan menuju toko pakaian terdekat. Di sana aku memilihkannya kaos warna biru langit dengan rompi warna putih dan celana khaki warna putih sebetis.”

“Aku merasa seperti anak ABG sekarang.” Katanya menyindirku.

“Aniyo. Kau tampan kok, dan terlihat lucu.” Aku tertawa. Dia memerhatikanku dengan tatapan sebal.

“Kaja.” Aku jalan duluan di depannya masih dengan menahan tawa.

“Jangan lupa kenakan kaca mata dan topimu yang tadi. Terlihat serasi kok.” Dia kini berjalan di sampingku, aku baru menyadari kalau tinggiku hanya sebahunya. Aku sampai harus menengadahkan kepalaku kalau sedang berbicara dengannya.

“Kau ini tinggi sekali.”

“Kau yang pendek bodoh.” Dia mengacak pelan rambutku sambil tersenyum.

“Kau mau kemana? Mobilku di sebelah sana.” Aku hampir jatuh ke samping karena Yoochun tiba-tiba memberhentikan langkahku hanya dengan menarik bahuku.

“Hei pelan-pelan. Jangan memanfaatkan tinggimu untuk mencelakaiku.” Aku berbalik, menyentakkan kakiku mendahuluinya. Lalu tiba-tiba dia menarik tanganku lembut.

“Mobilnya di sana Eunhwa.” Aku langsung terdiam, mengikutinya dengan patuh. Aku merasakan ada aliran listrik yang ringan ditubuhku lagi. Sama dengan yang waktu itu. Bahkan aku sampai tidak sadar kalau kami sudah sampai di mobilnya.

“Sepertinya aku sudah membuatmu terpana ya.” Dia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya sambil berpura-pura melihat sekeliling. Aku melemparkan tatapan sinis lalu masuk ke mobil. Dia hanya tersenyum lalu berjalan ke arah jok pengemudi.

“Kita sebenarnya mau kemana?”

“Kan sudah ku bilang kau hanya harus menemaniku. Jadi ikuti saja aku. Oke.”

“Sshh aku tidak suka pergi tanpa tujuan begini.” Aku memutar bola mataku dan melipat kedua tanganku. Tiba-tiba mataku tertuju pada sesuatu di pinggir jalan, tepatnya di pedagang kaki lima yang berada di samping kanan kami.

“Jangkanman.” Aku menahan tangan Yoochun yang sudah mau menjalankan mobilnya lalu turun dan bergegas ke pedagang tersebut. Dia menjual pot bunga kecil berbentuk apel. Bentuknya lucu sekali, sangat cocok jika disimpan di beranda jendela kamarku. Aku memegangnya sambil senyum-senyum sendiri.

“Kau suka itu?” Tiba-tiba saja Yoochun sudah berada di sampingku.

Aku menoleh, menggangguk antusias. “Mm-hm, menggemaskan sekali, dan lagi bentuknya apel.” Aku lalu mengeluarkan dompet dari dalam tasku, namun Yoochun langsung menahan tanganku.

“Biar aku yang belikan untukmu.” Dia lalu mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang sesuai yang disebutkan oleh pedagang tersebut, aku memerhatikannya.

“Kau tidak perlu melakukan itu, kau tahu.”

“Anggap saja ini bayaran untuk bajuku.” Aku tertawa.

“Jadi, kau suka yang berbentuk apel ya?” Aku tertawa lagi.

“Buah apelnya juga, yeah dan semua yang berbentuk apel. Aku suka apel.”

>>

Kurang lebih dua puluh lima menit akhirnya kami tiba di suatu tempat yang sudah tidak asing lagi bagiku.

“Kebun binatang??” Aku melirik Yoochun kaget. Tampaknya bola mataku hampir melompat keluar. Dia hanya tertawa.

“Kau kaget? Yeah sebenarnya sudah sangat lama aku ingin ke sini. Dulu waktu kecil aku tidak pernah kesini padahal aku sangat ingin. Ketika sudah besar jarang banget punya waktu ke sini. Nah sekarang mumpung aku sedang kosong dan kau mau menemaniku makanya aku jadi mau kesini.” Jelasnya panjang lebar, aku hanya masih tidak percaya.

“Sulit dipercaya seorang bintang sepertimu ternyata…” aku tidak mampu melanjutkan ucapanku lagi.

“Hahaha sudahlah, ayo turun. Sudah sampai sini masa hanya di mobil saja.”

Aku menunggunya membeli karcis di depan gerbang. Begitu dia datang dia menyerahkan karcisnya kepada petugas dan kami langsung bisa masuk.

“Jadi mau dimulai dari mana?” Aku mengedarkan pandanganku mencari-cari tempat yang bagus dikunjungi.

“Kita kesana.” Aku mengikuti Yoochun. Dia ke tempat Panda, di sana juga cukup ramai dengan beberapa pasang keluarga yang sedang liburan.

“Pandanya lucuuu. O, apa kita tidak bisa memberinya makan?” Aku berdiri membungkuk, meletakkan kedua tanganku dilutut.

“Ini.” Yoochun memberiku beberapa rumput dan bambu. Aku mengulurkan tanganku dan Panda itu dengan senang hati menerima makanan dariku. Aku tersenyum senang dan memerhatikannya makan.

“Kita ke tempat lain lagi. Di sana.” Aku mengajaknya ke kandang burung kakak tua. Di sana banyak sekali jenis burung kakak tua, tentu saja. Dan warnanya bermacam-macam.

“Lihat yang itu, dia cantik sekali, warnanya indah.” Yoochun menunjuk salah satu burung yang sedang bertengger di atas dahan.

“Kau benar, cantik sekali.” Aku memandang kagum. Kami lalu ke tempat binatang yang lain, dan berkeliling ke tempat yang lainnya lagi.

“Hei, apa kau tidak lapar?” Ujarku setelah berkeliling cukup lama, aku memegang perutku yang berbunyi. Dia malah tertawa.

“Wae? Aku serius, kenapa kau tertawa? Ayo kita pergi cari makan. Aku lapar sekali. Ini sudah waktunya makan siang.”

“Baiklah. Ayo kita pergi makan saja.”

Dia membawaku ke sebuah rumah makan tradisional. Dari luar tempat itu terlihat elegan sekali dengan desain bergaya rumah tradisional korea, dan juga pelayan-pelayannya sangat ramah.

“Kau sering makan di sini?” aku mengedarkan pandanganku. Suasananya sangat ramai, sepertinya tempat ini memang memiliki banyak pelanggan.

“Yeah, kalau akhir pekan kami sering makan di sini. Makanannya sangat enak kau tahu. Aku yakin kau pasti langsung suka.” Aku hanya menggangguk. Yoochun lalu memesan makanan dan aku hanya mengikuti apa yang dipesannya.

“Gamsahamnida.” Aku tersenyum pada seorang pelayan yang membawakan pesanan kami. Aku lalu mencobanya.

“Mm jinja mashissuhyo. Memang benar-benar enak.” Aku tersenyum lalu melanjutkan makan lagi, dia hanya tersenyum melihatku.

>>

Kami tiba di depan rumahku kira-kira pukul delapan dengan mobilnya.

“Jadi disini rumahmu.”

“Keure, terima kasih sudah mengajakku. Aku senang sekali seharian ini, sudah lama aku tidak pernah jalan-jalan seperti ini.” Ujarku dengan sumringah.

“Aniyo, aku yang berterima kasih karena kau mau menemaniku. Tapi tampaknya malah kau yang lebih senang daripada aku. Kau menikmatinya sekali.” Dia melirikku, mengejek.

“Hehehe mian, habis sudah lama aku tidak pernah jalan-jalan seperti ini.” Aku menggaruk kepalaku.

“Kalau lain kali ku ajak kau masih mau kan?

“Mm? Yeah, selama aku tidak sibuk.”

“Sepertinya malah kau yang lebih sibuk daripada aku ya.” Kami tertawa bersama.

“Baiklah, aku turun ya.” Aku membuka pintu mobil.

“Eunhwa~sshi.” Aku menoleh, menaikkan alisku.

“Kalau lain kali aku lewat di sekitar sini, tidak apakan kalau aku mampir?”

“Tentu saja. Mampirlah sekali-sekali.” Aku tersenyum.

“Aku turun ya.” Aku membuka lebih lebar pintu mobil yang tidak tertutup.

“Eunhwa~sshi.”

“Apa lagi?”

“Gomawo.” Dia tersenyum manis sekali, sedetik aku merasa bumi berhenti berputar. Aku membalas senyumnya. Semoga aku tidak terlihat girang sekali, batinku dalam hati.

Dia menurunkan kaca mobil setelah aku menutup pintu mobilnya.

“Jaljayo.”

“Jaljayo.” Aku melambaikan tanganku sampai mobilnya tidak terlihat lagi. Aku merasa senang sekali, aku menggoyang-goyangkan tasku sampai masuk ke dalam rumah, menyalakan lampu dan merebahkan diri di sofa. Aku baru teringat pada pot kecil yang Yoochun belikan tadi, aku lalu mengeluarkannya dari tas dan membolak-balikkannya dengan pelan.

“Memang menggemaskan sekali.” Aku tersenyum lalu bangkit ke kamar dan meletakkannya di beranda jendelaku.

“Kau tampak perfect sekali disana.” Aku membelainya pelan lalu bergegas mandi dan tidur.

>>


Setelah itu kami jadi semakin akrab, intens pertemuan kami juga semakin sering. Kadang dia mengunjungiku di kampus atau kami membuat janji, yeah tentu saja di sela-sela kesibukannya. Dan saat ini kami sedang makan siang di restoran yang sama waktu janjian kami yang pertama.

“Makanmu banyak sekali ya?”

“Hmm sedikit. Aku hanya tidak suka kalau badanku kurus, terlihat jelek sekali.” Aku tersenyum malu-malu.

“Cih, dasar.”

“Yoochun?” Aku menoleh mendengar suara seorang wanita yang memanggil Yoochun.

“Apa benar kau Yoochun?” Wanita itu kini berada di depan kami. Tiba-tiba Yoochun berdiri.

“Su Hye In?”

“Aigoo aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini chun.” Pipi wanita itu kini bersentuhan dengan pipi Yoochun, aku langsung memalingkan wajahku.

To Be Continue

Vocab:

1. Keure= baiklah, jadi, benar

2. Yoboseo= halo (ditelepon)

3. Molla= entahlah, tidak tahu

4. Jal jinae syeosseoyo?= apa kabar?

5. Jal jinaeyo= baik-baik saja

6. Mwo= apa?

7. Yaa= Hei

8. Naeil= besok *hehe mian,,yang di part 2 salah,, ,mestinya kemarin= oje*

9. Waeyo= kenapa?

10. Ottohke= bagaimana?

11. Joha= baiklah

12. Ne= iya

13. Cukhae= selamat

14. Babo= babo

15. Kaja= ayo pergi

16. Aniyo/ani= tidak, bukan

13. Jangkanman= tunggu

14. Gamsahamnida= terima kasih (formal)

15. Jinja mashissuhyo= enak sekali, benar-benar enak

16. Gomawo= terima kasih (informal)

27. Jaljayo= selamat malam (informal)

Read More

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

APPLE LOVE PART 2



Title : Apple’s Love

Author : Nurul "Eunhwa"

Genre: Romance, comedy(maybe)

Cast : Micky ‘Park Yoochun’

Shin Eunhwa

Kim MinAh, dll


Degup jantungku masih belum stabil, aku hanya diam menunggu pria ini bicara duluan. Astaga yang benar saja. Aku sebenarnya masih tidak percaya dengan apa yang sekarang aku alami. Sekarang kami sedang berdiri berhadapan di dalam sebuah gang sempit.

“Sekali lagi maaf mengejutkanmu aigisshi. Aku sama sekali tidak ada maksud.”

Yeah kalau begitu cepat biarkan aku pergi! Aku sudah tidak tahan lagi. Erangku dalam hati.

“Nona, apa kau mendengarku?” Yoochun memperhatikan ekspresiku yang datar.

“Yeah, tentu saja. Aku masih punya telinga, jadi aku bisa mendengarkanmu dengan sangat jelas.” Ucapku dengan ketus.

“Jadi, apa kau bisa melepasku sekarang?” Aku melanjutkan ucapanku. Sekarang aku melihat ekspresi tidak percaya diwajahnya. Aku tertawa menang dalam hati.

“Oh yeah. Tentu kalau itu maumu. Maaf terkesan seperti menekanmu. Dashi hanboen mianata.”

“De, tenang saja, aku tidak apa-apa. Kalau begitu saya permisi dulu. Annyeong gyeseyo4.” Aku menunduk pelan lalu segera pergi meninggalkannya di belakang.

Tetapi baru selangkah kakiku meninggalkan ujung gang, aku langsung menarik kakiku kembali dan berjalan mundur perlahan. Yoochun yang melihat tingkah anehku lantas tertawa pelan.

“Wae? Kenapa kau kembali? Apa ada yang tertinggal?”

“Sstt.. mereka ada diluar.” Aku meletakkan telunjuk dibibirku mengisyaratkan agar memelankan suaranya.

“Mwo?” Yoochun mencoba melongok dan tiba-tiba menarikku. Kini posisi kami duduk berjongkok. Jarak kami sangat dekat, aromanya sampai bisa aku hirup. Aku tak tahu apa dia bisa mendengar detak jantungku yang sekarang rasanya seperti mau lompat keluar.

“Hei apa kalian tidak melihatnya di sebelah sana?” Suara seorang cewek terdengar sangat jelas di ujung gank.

“Mmm opseo. Mungkin di sebelah sana. Coba kita kesana.” Lalu kami mendengar suara derap langkah berlarian ke arah yang berlawanan dari tempat kami sekarang.

“Mereka sudah pergi?” tanyaku yang masih dengan suara pelan.

“Yeah, mereka sudah tidak kelihatan lagi.” Ucap Yoochun setelah menengok ke luar. Aku sontak tertawa pelan.

“Apa ada yang lucu?” Yoochun bertanya dengan mimik yang agak bingung sambil beranjak dari tempatnya.

“Hahaha yeah. Aku hanya merasa lucu kita kabur lalu bersembunyi seperti ini. Hey, aku kan semestinya tidak terlibat!” Yoochun bertambah bingung melihat ekspresiku yang tertawa lalu berubah kesal dalam sekejap.

“Mm y-ya. Mianhamnida, jeongmal mianhamnida.” Dia hanya bisa berkata itu sambil membungkuk-bungkukkan badannya setelah sebelumnya memasang tampang bodohnya. Aku tertawa pelan.

“Sudahlah, aku sudah bosan mendengar ucapan maafmu. Lagipula tiba-tiba moodku berubah baik.” entah kenapa aku jadi agak senang. Mungkin ini akan jadi pelarianku karena aku tidak jadi jalan dengan Min Ah sekarang.

“Oh ya kau harus ceritakan padaku kenapa kau harus lari dari fansmu seperti itu. Padahal mereka akan senang jika kau mau bertemu langsung dengan mereka.” Aku melanjutkan ucapanku.

“Aniyo, tidak seperti itu. Apa kau tidak lihat kalau mereka begitu arogan? Tadi aku sedang membeli sesuatu di supermarket tapi tiba-tiba seseorang berteriak dan menunjuk ke arahku lalu tiba-tiba saja gadis-gadis itu berlarian sambil berteriak-teriak ke arahku, kontan saja aku langsung lari menyelamatkan diri. Kemudian aku menabrakmu dan beginilah.” Jelasnya panjang lebar.

“Ohh. Terus belanjaanmu mana?”

“Ini..” Dia mengangkat tangannya yang kosong.

“Odiseo? Aku tidak melihatnya. Apa itu tembus pandang? Hmppft.” Aku memandang tangannya yang kosong dengan tatapan geli sambil menggodanya.

“A-ah.. tidak, tadi aku memegangnya. Aishh pasti terlepas dari peganganku waktu lari tadi.” Yoochun menggerutu sambil menggaruk-garuk kepalanya.

“Memangnya apa yang kau beli? A-ah tidak, lupakan pertanyaanku, itukan urusanmu.”

“Ani, aku hanya membeli sereal dan beberapa makanan kecil. Makanya aku pergi ke supermarket kecil di situ, tapi ternyata jadi begini.”

“Joha. Aku akan menemanimu membeli barang yang kau butuhkan. Ayo.” Aku mengisyaratkan agar dia mengikutiku.

“Hei, kau mau mengajakku kemana?”

“Aku akan mengajakmu ke toko langgananku. Bibinya sangat ramah, makanya aku senang belanja di sana. Di sana kau bisa membeli apa yang kau butuhkan. Dan lagi tempatnya cukup jauh dari keramaian. Kaja.”

>>


“Annyeonghaseo.” Aku membuka pintu toko yang berbunyi gemerincing diikuti Yoochun dibelakangku.

“Selamat datang. Oh kau Eunhwa.”

“De ajhumma. Cheoeum boepseumnida?” Aku membungkukkan sedikit badanku.

“Aku baik-baik saja. Oh, kau bawa teman ya?” Ucap bibi Han sambil melihat Yoochun. Sepertinya bibi Han tidak mengenalinya.

“Ah, de. Dia ingin membeli beberapa barang. Makanya aku mengajaknya kesini. Pergilah kesana cari yang kau butuhkan. Aku akan menunggumu di sini.” Aku bicara pada bibi Han dan Yoochun bergantian.

“Baiklah.” Yoochun mengiyakan.

“Eh Eunhwa, siapa namja itu? Pacarmu ya?” kata bibi Han setelah Yoochun pergi.

“Ah aniyo, tentu saja bukan. Bibi sembarang saja, dia cuma teman.”

“Oh, tapi dia ganteng loh. Apa kau tidak tertarik?” bibi Han terus saja menggodaku.

“Bibi ini kenapa sih? Kalau ganteng bibi saja sana.”

“Ini. Sudah semua.” Tiba-tiba Yoochun sudah muncul di belakangku.

“E-eh, kenapa cepat sekali? Apa kau sudah menemukan semua barang yang kau butuhkan?” tanyaku gugup.

“Waeyo? Apa kau berharap aku akan berlama-lama? Aku hanya membutuhkan sereal dan beberapa makanan kecil, dan aku sudah mendapatkannya.” Jelas yoochun sambil mengangkat keranjang belanjaannya

“Ah, Ani. Umm.. apa kau mendengar pembicaraan kami?” Aku berbicara dengan intonasi yang semakin pelan sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.

“Ah, tidak-tidak. Jadi kau sudah selesai? Kalau begitu cepat bayar supaya kita bisa pergi.” Aku langsung menyambung ucapanku. Sebisa mungkin aku mengalihkan pembicaraan, entahlah mungkin sekarang wajahku sudah merah.

“Memangnya apa yang kalian bicarakan? Apa kalian membicarakanku?” Ucap Yoochun sambil tersenyum menggoda. Aku langsung tersontak kaget.

“Aniyo! Tentu saja bukan. Untuk apa kami membicarakanmu? Sshh kurang kerjaan saja. Cepat bayar lalu kita pergi!” suaraku jadi berubah agak tinggi sekarang.

“Baiklah, baik. Kaukan tidak perlu marah-marah begitu.” Yoochun lalu mengeluarkan dompetnya dan membayar sesuai yang disebutkan bibi Han. Entah benar atau salah tapi sepertinya aku melihat bibi Han mengedip pada Yoochun dan Yoochun lansung tertawa. Entah apa maksud mereka.

“Baiklah bi, sampai jumpa.” Aku menunduk pelan lalu segera keluar dari toko.

“Yaa, cangkeuman.” Yoochun berusaha mengikuti langkahku.

“Wae? Kaukan sudah mendapatkan barang yang kau butuhkan. Berarti urusan kita sudah selesai.”

“Ah, ya kau benar. Mm, tapi…”

“Baiklah kalau begitu. Aku pergi. Annyeong.” Sebelum Yoochun menyelesaikan ucapannya aku langsung memotongnya lalu segera pergi setelah menunduk agak rendah.

Aku langsung mengambil taksi yang ada di depan toko, dan sempat menoleh dari balik jendela. Aku melihatnya memandangi taksi yang aku tumpangi sambil menggaruk kepalanya yang dimiringkan kesebelah sisi.

***


Saat ini aku dan Min Ah sedang makan siang di sebuah restoran elit di jantung kota Seoul. Setelah pulang dari kampus dia tiba-tiba mengajakku makan siang, dan aku tidak menduga kalau tempatnya adalah di sini.

“Mmm.. enak sekali Min Ah. Jeongmal gomawoyo. Ini pertama kalinya aku makan di restoran semewah ini.” Senyum merekah tersungging dibibirku.

“Berterima kasihlah kepada ibuku. Dia yang melakukan semua ini. Dia tahu kalau kemarin aku meninggalkanmu sendirian di taman. Jadi dia menghadiahkan kita ini, sekalian permintaan maafnya.”

“Keure. Aku akan berterima kasih padanya nanti. Aah jinja mashissuhyo.” Aku kembali melahap makananku sambil mengedarkan pandangan ke segala arah. Lalu tiba-tiba aku terpaku pada sosok yang berada tepat di arah jam 1 dariku. Saat ini pandangannya juga tertuju padaku, kami beradu pandang sebentar. Omoo! Jangan bilang kalau itu dia! Astaga kenapa aku harus bertemu dengannya lagi? Aku langsung memalingkan pandanganku, dan berusaha menutupi wajahku dengan tanganku dan membelakanganginya. Semoga dia tidak benar-benar melihatku! Batinku dalam hati.

“Waeyo? Kenapa tingkahmu begitu?” Tanya Min Ah bingung.

“A-ah opseo. Sudah kau makan saja lalu kita cepat pergi dari sini.”

“Silyehamnida. Apa kau wanita yang kemarin?” Suara Yoochun mengagetkan kami berdua. Aku benar-benar tidak menduga kalau dia akan menghampiri kami. Aku melirik Min Ah di samping, aku sudah bisa menebaknya. Sekarang dia malah membeku di tempatnya.

“Mungkin anda salah orang.” Kataku pendek lalu berpaling lagi.

“Tidak, aku tidak mungkin salah orang. Aku masih ingat jelas wajahmu. Aku tahu itu kau.” Kata Yoochun yakin.

“Hei, apakah ada yang mau menjelaskan padaku apa yang sedang terjadi di sini?” Ucap Min Ah sambil melihatku dan Yoochun bergantian. Sepertinya sekarang dia sudah mulai sadar.

“Dia wanita yang menemaniku kemarin siang. Yeah, aku tidak mungkin salah, aku ingat jelas wajahnya.”

“Menemanimu? Apa kau tidak salah? Kemarin kau menculikku!” Kataku dingin.

“Menculik? Pilihan kata yang bagus.” Jawab Yoochun.

“Yeah. Aku senang kau suka.”

“Yaa apa yang kalian bicarakan? Omoo Apa kau benar Micky? Micky Yoochun?” Tanya Min Ah dengan bersemangat dan diikuti dengan anggukan Yoochun.

“Aigoo. Eunhwa~ah kau kenal dia? Otteohke26?” Min Ah menarik-narik bajuku dengan semangat.

“Dan di sana itu, mereka member DBSK yang lain?” Min Ah menunjuk meja yang dipakai Yoochun dkk dengan histeris.

“Ashh bukan begitu. Naeil..”

“Hyung kau masih mau disitu? Kami sudah mau pergi.” Changmin memanggil Yoochun dari tempat mereka.

“Ya, baiklah.”

“Iremen moya?” Yoochun balik berbicara padaku.

“De?”

“Aku tanya siapa namamu.”

“Namanya Shin Eunhwa.” Min Ah langsung menjawab pertanyaan Yoochun sambil terus menatapnya, jelas sekali wajahnya berseri-seri.

“Baiklah Eunhwa-sshi. Berikan nomor ponselmu padaku.” Yoochun lalu mengeluarkan ponselnya.

“De?”

“Aisshh.” Min Ah melihat sinis padaku dan tiba-tiba mengambil ponsel Yoochun dari pegangannya dan mengetikkan sebuah nomor. Aku seperti tidak mampu menghentikannya.

“Ah, Gomabsumnida, nona….” Yoochun memandang Min Ah.

“Kim Min Ah.” Min Ah menjawab Yoochun sambil senyum-senyum.

“Baiklah. Aku akan menghubungimu nanti. Annyeong Gyeseyo.” Yoochun kembali berbicara padaku lalu membungkukkan badannya sedikit kearah kami berdua dan pergi setelah memberikan senyum hangatnya.

“Yaa kenapa kau berikan nomor ponselku hah?” Aku menjitak kepala Min Ah.

“Wae? Bagus kan? Kau harusnya berterima kasih padaku.” Kata Min Ah cemberut sambil memegang kepalanya yang sakit.

“Apanya yang bagus? Kau dengar? Tadi dia bilang kalau dia akan menghubungiku! Aisshhh”

***


“Eunhwa~ah, apa Yoochun sudah menghubungimu?” Tanya Min Ah ketika dia sedang dirumahku.

Malam ini adalah malam selasa, entah kenapa aku menyukai malam selasa. Mungkin karena setiap malam selasa aku selalu dibawakan buah apel oleh paman Yijun yang tinggal tepat disebelah rumahku. Yeah aku memang sangat menyukai apel. Dia pedagang buah-buahan dan ia tahu kalau aku sangat menyukai apel, jadi dia sering membawakan aku sekantung sepulang dia berdagang. Kenapa malam selasa, entahlah aku juga tidak tahu. Yang jelas aku tidak berharap kalau dia akan membawakanku sekantung apel tiap malam kekeke.

“Belum, dan aku harap dia tidak akan menghubungiku.” Tegasku.

“Kau ini bodoh atau apa Shin Eunhwa? Mendengar ceritamu dua hari yang lalu waktu di restoran sungguh seperti mimpi saja. Tidak tahukah kau kalau itu adalah takdir untuk kalian berdua?” Min Ah mengoceh tidak jelas.

“Hhh kau ini bicara apa?” aku mengambil sebuah apel yang diberikan Paman Yujin tadi dan mulai memakannya.

“Kukira kau suka baca novel romantis? Aku pikir dia seperti seorang pangeran yang dikirim untukmu Eunhwa. Dia ganteng juga kaya. Dia hanya tidak punya kuda putih hahaha.”

“Aku rasa kau mulai ngelantur.” Aku membalikkan majalah yang sedang aku baca.

“Tapi kau benar juga. Bukankah dari dulu aku selalu menunggu pangeranku datang?” Aku bertanya lebih kepada diriku sendiri.

“Benar! Benar! Kau pintar sekali Eunhwa~ah! Kau sudah harus mulai membuka diri.” Min Ah tampak kegirangan.

“Keurom, eotteokhajyo?” Aku menatap Min Ah.

“Opseo, kurasa kau hanya harus menunggu saja. Tunggu dia menghubungimu.” Aku diam sejenak.

“Tapi aku tidak mau tertarik padanya hanya karena dia tampan dan kaya. Kalau aku mencintai seseorang, aku ingin aku benar-benar mencintainya dengan tulus. Kau tahukan aku belum pernah merasakan jatuh cinta.” Kataku berdiplomasi.

“Ahhh jinjaaa. Kau memang yang terbaik Eunhwa.” Min Ah mencubit pipiku, aku hanya tersenyum senang sambil menghabiskan apelku.

“Tidakkah kau pikir kalau dia tertarik padamu?” Min Ah melanjutkan dengan mimik yang lebih serius.

“Tertarik padaku? Waeyo?” Aku bertanya pada Min Ah penasaran.

“Molla.” Jawabnya pendek.

“Hhh baiklah sudah malam. Aku harus pulang. Hubungi aku ya kalau dia sudah menghubungimu.”

“Hh kau membuatku penasaran saja.” Aku mengikutinya keluar.

“Annyeong Gaseyo.” Aku menutup pintu setelah Min Ah tidak terlihat lagi. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku melihat nomor asing yang tertera di layar ponselku.

“Yoboseo.”

“Yoboseo, Shin Eunhwa~sshi?”

“Ah De. Nuguseyo?”

“Kau benar-benar tidak mengenali suaraku?” Kata orang diseberang.

“Aniyo. Siapa ini? Tanyaku lagi. Aku mendengarnya menghela napas.

“Ini aku, Park Yoochun. Sudah tahu?” Aku langsung tercekat.

“Y-ya. Ternyata kau benar menghubungiku he-eh.” Tanyaku basa-basi.

“Keure, aku tidak pernah mengingkari janjiku. Dan aku agak sedikit kecewa kau tidak mengenali suaraku.” Ucapnya. Entah apa dia serius atau tidak.

“Aku kan baru bertemu denganmu, mana bisa aku langsung mengenali suaramu. Lagipula aku tidak bisa mengingat dengan cepat.”

“Yeah, aku baru ingat kalau kau bukan fansku. Tapi kau tidak melupakan wajahku kan?” katanya cemas.

“Mmm otteohkeee?” aku menggodanya.

“Yaa! Tidak mungkin secepat itu kau melupakan wajahku! Kita baru bertemu dua hari yang lalu dan tidak mungkin kalau kau tidak pernah melihatku di majalah atau ditelevisi.” Aku rasa dia mulai cerewet.

“Hahaha aku hanya bercanda. Kau benar, kau sering kulihat di televisi atau dimajalah. Kau puas? Sshh sepertinya kau mulai sombong.”

“Ani, bukan begitu. Kau yang memaksaku bicara begitu.”

“Sshh jinja. Keurom, kenapa kau menghubungiku?”

“Tidak. Aku hanya ingin menelponmu saja. Sudah lama kita tidak bertemu.” Katanya dari seberang. Saat ini aku mengakui sesuatu, aku suka mendengar suaranya. Aku merasa nyaman mendengarnya.

“Kita baru bertemu dua hari yang lalu, kau tahu.” Aku mengingatkannya.

“Yeah, kau benar. Hei apa kau mau menemaniku?”

“Mwo? Na? Kenapa aku?” tanyaku penasaran.

“Tidak, aku hanya ingin bertemu denganmu lagi.”

“De? Jangan bilang kalau kau rindu padaku.” Aku menggodanya lagi. Mencoba mempermainkannya.

“Sshh kau geer sekali. Yeah, tapi sepertinya aku tertarik padamu.”

“Ah? Jeongmal? Waeyo?” Jantungku mulai berdetak tidak karuan. Aku rasa pipiku mulai panas. Sepertinya malah aku yang dikerjai sekarang.

“Molla. Mungkin karena kau bukan fansku.”

“Apa itu penting?”

“Yeah, setidaknya kau tidak histeris dan mengejarku begitu melihatku.” Kami tertawa bersama.

“Aku rasa kau benar.” Aku menganggukan kepala setuju.

“Tapi, kau kan tidak mengenalku?” Lanjutku.

“Makanya mulai saat ini aku ingin lebih mengenalmu. Apa boleh?”

“Mmmm baiklah.” Kataku akhirnya, aku benar-benar memikirkan ucapan Min Ah tadi.

“So, apa kau mau?” tanyanya lagi.

“Mmm, keure. Aku takut mengecewakan permintan seorang bintang terkenal.”

“Hahaha aku pegang janjimu. Baiklah nanti aku beritahukan tempat dan waktunya, akan ku cocokkan dengan jadwalku dulu.”

“Hei kau harus menanyakannya padaku juga. Aku juga sibuk, bukan hanya kau.” Balasku tidak mau kalah.

“Baiklah nona cantik. Akan aku tanyakan padamu juga. Kalau begitu sampai nanti. Annyeongi jumuseyo.”

“De, jumuseyo.” Aku menutup telepon dengan tanganku yang satunya. Aku menggigit bibir bawahku. Entah kenapa aku merasa senang. Seperti ada aliran listrik ditubuhku, dan juga aku merasa seperti sulit bernapas sekarang. Aku meletakkan tanganku didada, jantungku masih berdetak cepat. Lebih cepat malah. Lalu aku memegang pipiku, masih terasa panas. Entahlah mungkin sekarang sudah merah seperti buah tomat. Aku langsung bergegas ke tempat tidur. Masih sambil senyum-senyum sendiri. entahlah sudut-sudut bibirku seperti tertarik keatas terus. Aku mengenakan selimutku, kemudian mengambil napas panjang untuk menenangkanku sesaat. Mungkin aku akan tidur nyenyak malam ini.



Vocab:

1. Aigisshi= nona

2. Dashi hanboen mianata= sekali lagi aku minta maaf

3. De= ya, apa?

4. Annyeong gyeseyo= Sampai jumpa (diucapkan oleh orang yang akan pergi)

5. Wae/waeyo= Kenapa?

6. Mwo= Apa?

7. Opseo= Tidak ada

8. Mianhamnida= Aku minta maaf

9. Jeongmal mianhamnida= Sungguh aku minta maaf

10. Aniyo/Ani= Bukan

11. Odiseo= Dimana?

12. Joha= Baiklah

13. Kaja= Ayo pergi

14. Annyeonghaseo= Halo (bisa juga selamat pagi/siang/malam)

15. Ajhumma= Bibi

16. Cheoeum boepseumnida?= Apa kabar?

17. Namja= Teman laki-laki

18. Yaa= Hei

19. Jangkanman= Tunggu

20. Jeongmal gomawoyo= Terima kasih sekali (informal)

21. Keure= Begitu, benar, baiklah

22. Jinja mashissuhyo= Enak sekali

23. Omoo= astaga

24. Silyehamnida= permisi

25. Aigoo= ya ampun

26. Otteohke= Bagaimana bisa?

27. Naeil= kemarin

28. Hyung= kakak (cowok ke cowok)

29. Iremen moya?= Nama kamu siapa?

30. Sshi= panggilan untuk menghormati

31. Gomabsumnida= Terima kasih (formal)

32. Keurom= jadi

33. eotteokhajyo?= apa yang harus aku lakukan?

34. Molla= tidak tahu

35. Annyeong Gaseyo= Sampai jumpa (diucapkan oleh orang yang ditinggal)

36. Yoboseo= Halo (saat menelpon)

37. Nuguseyo?= Siapa ini?

38. Na= saya

39. Jeongmal?/Jinja?= Benarkah?

40. Annyeongi jumuseyo= Selamat malam

Read More

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS