RSS

On The Rainy Day


Annyeong :)) aku datang membawa ff baru niii X)) happy read aja yahh


Title: On Rainy Day

Cast: Yong Junhyung

Lee Chaeyeon

Genre: Sad Romance(?)

Aku masih duduk disini. Bahkan disaat orang-orang sudah meninggalkan tempat ini beberapa waktu yang lalu. Aku masih mencoba menyusun semua ingatan di kepalaku, hanya berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Tapi kenapa aku tak kunjung sadar juga? Tak cukup kah rasa sakit ini menyadarkanku? Ini lebih dari sakit jika dibandingkan dengan cubitan dilengan, tapi kenapa aku tak kunjung bangun juga? Kenapa?

Yeah, ini bukan mimpi. Ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan yang harus aku hadapi. Kenyataan pedih yang tetap harus ku terima walaupun aku menolaknya. Bahkan hujan ini pun tidak sanggup mengenyahkan kepedihan yang terlalu menyesakkan ini.

Aku mencoba bangkit dari tempatku, didepan pusara putih bersih ini. Masih terletak beberapa rangkaian bunga disampingnya, menandakan kalau kuburun ini masih baru. Tempat peristirahatannya yang baru.

Air mata kesedihan ini sudah tidak bisa dibedakan lagi dengan air hujan yang membasahi wajahku sekarang. Seolah langit juga turut menangis untukku.

***

10 Januari 2011


Namja ini benar-benar membuatku tidak bisa berfikir jernih! Yang dilakukannya selalu membuatku tepukau! Lihat saja jari-jari panjangnya itu yang sedang bermain diatas tuts piano. Aku sampai ingin meraih kameraku dan mengambil gambarnya sekarang!

Otteohke? Apa lagunya bagus?” Yah, permainanmu sangat bagus Junhyung~ah. Tidak, semua yang kau lakukan selalu bagus di mataku.

“Chaeyoen~ah apa kau mendengarku?” Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, astaga kenapa sampai melamun juga? Kau benar-benar payah Lee Chaeyoen!

“A, ya tentu aku mendengarmu. Permainanmu sangat bagus. Kau pandai sekali bermain piano Yong Junhyung.” Aku melihat alisnya bertaut. Semoga dia tidak menyadari kalau aku benar-benar melamun tadi.

“Chaeyeon~ah apa kau sedang ada masalah? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?” Aku menaikkan kedua alisku. Apa dia tahu kalau tadi aku melamun? Aishh kau benar-benar mempermalukan dirimu Chaeyeon.

Aniyo. Amugotdo ani. Kenapa kau bertanya begitu?”

“Tadi aku bilang ‘bagaimana lagunya?’ tapi kau malah mengomentari caraku bermain piano. Kau sedang melamun kan? Apa ada yang tidak beres?” Ahh ternyata dia menyadarinya. Na baboya.

“Ah na jeongmal gwaenchana. Maaf kalau tadi aku melamun. Aku hanya.. hanya…”

“Hanya?” Aishh apa yang harus aku katakan sekarang? Aku berpikir keras selama beberapa detik.

“Hanya lapar!” Kataku hampir setengah berteriak. “Haha ya, aku hanya lapar. Tadi aku belum sempat makan siang.”

“Kau belum makan siang? Neo michyeoseo? Kalau kau sakit bagaimana? Kau kan punya penyakit maag! Sekarang kita cari makan siang dulu.” Tanpa aba-aba Junhyung langsung menarik tanganku. Aku hanya bisa mengikutinya dengan patuh, siapa suruh sudah membohonginya.

Aku menatap tangannya yang mengenggam erat tanganku. Seandainya bisa begini selamanya Junhyung~ah.

22 Januari 2011


“Junhyung~ah aku sudah capek. Kita istirahat sebentar yah.” Aku merebahkan kepalaku di atas buku matematika yang sudah sangat membuatku lesu itu. Junhyung memang tergolong anak yang pintar matematika, sedangkan aku? Hhh aku jadi merasa tidak cocok jika disandingkan dengannya. Tapi tidak juga. Ada Junhyung yang pintar dan aku yang bodoh, bukankah pasangan itu saling melengkapi satu sama lain? Hahaha. Ouww aku merasakan dahiku di timpuk sesuatu.

“Itu sakit tahu!” Kataku kesal sambil mengelus-elus dahi yang kena pukulan mistar tadi. Dia benar-benar berhasil membawaku ke alam nyata!

“Itu hukuman buatmu karena sifatmu yang malas itu. Kau masih harus menyelesaikan sepuluh soal lagi baru bisa istirahat.” Aku menghela nafas pelan. Mwo? Sepuluh soal? Namja ini benar-benar ingin membunuhku. Aku kan tidak suka mate-matematika. Aku hanya bisa memanyunkankan bibirku karena kesal.

“Kau mau lulus dengan nilai yang baik kan?” Aku menggangguk. “Kau mau masuk Universitas S denganku kan?” Aku mengangguk lagi.

“Makanya kau harus belajar dengan giat. Jangan malas-malasan terus.” Sekarang dia sudah seperti ibu-ibu yang sedang mengomeli anaknya.

Arasseo arasseo. Sudah belajar lagi, jangan bicara terus.” Aku mengambil ballpointku dan berusaha serius kembali. Tapi dia malah mencubit pipiku.

Yaa~ neo micheoseo ? Sakit tahu!” Aku mengelus-elus pipiku. Aku tahu pipiku tembem dan selalu berhasil membuat orang gemes padaku, tapi tidak usah dicubit dan ditarik seperti itu bisakan.

“Itu hukuman karena kau sudah memarahiku. Sudah, lanjut belajarnya.” Aku melihatnya tidak percaya. Aisshhh anak ini benar-benar! Aku menggiggit bibir bawahku dengan emosi.

25 Februari 2011


“Kyaaaa kita lulus Junhyung~ah. Aku lulus! Kau lulus!” aku lompat-lompat kegirangan setelah membaca pengumuman daftar siswa yang lulus ujian di papan pengumuman depan sekolah. Kami akhirnya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi! Ya. Lee Chaeyeon dan Yong Junhyung. Aku tersenyum senang. Aku bisa bersama Junhyung terus, bukankah ini kabar yang lebih dari sekedar berita baik?

“Tentu saja aku lulus. Aku sudah bisa memprediksinya.” Aku menatapnya sinis, cih tapi tetap saja sifatnya yang sombong itu selalu membuatku kesal. Namun sepertinya rasa kesal itu jauh lebih kecil dari rasa cintaku padanya. Hhh sudah berapa tahun aku memendam perasaan ini padanya? Tanpa tahu apa dia juga menyukaiku atau tidak. Aku tertunduk lesu. Kenapa aku selalu tidak pernah berani mengutarakannya? Kami sudah berteman sejak SD, kebetulan rumah kami hanya dibatasi selokan kecil, tempat aku sering duduk kalau sedang bersedih. Selokannya bersih tentu saja, mana mungkin aku betah duduk berlama-lama kalau ada banyak sampah dan bau busuk bertebaran di sekitarku? Selokan itu kosong, dan tempatnya memang sempurna kalau ingin melihat bintang malam yang sangat indah dan cantik.

“Kenapa kau sedih sekarang? Hmm bagaimana kalau kita merayakannya? Apa kau mau ke warung Samgyupsal?” Aku langsung menengadah dengan cengiran yang lebar. Junhyung memang sangat tahu kalau aku sangat senang makan Sampgyupsal.

Jinjayo? Huaa kau memang yang terbaik Junhyung~ah. Kaja.” Aku langsung berjalan mendahuluinya.

“Kau ini kalau sudah dengar kata Samgyupsal moodmu bisa benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat.” Katanya setelah berada di sampingku. Aku hanya bisa memperlihatkan cengiran khasku.

02 Maret 2011


Aku memerhatikan Junhyung yang sedang serius menulis lirik lagu. Sepertinya dia agak pucat, atau ini hanya perasaanku saja? Wajahnya kalau sedang serius sangat jelek, tapi entah kenapa aku malah menyukainya. Haha aku benar-benar sudah tidak waras. Hmm tapi sampai sekarang aku belum bisa menyampaikan perasaanku padanya. Aku harus menyampaikannya, tapi kapan? Kapan aku bisa siap? Ah, kalau kami berdua di terima masuk Universitas S aku akan menyampaikan perasaanku padanya saat itu juga. Tapi kalau tidak diterima? Aku akan tetap menyampaikannya. Hahaha.

Aku menoleh mendengar suara ballpoint yang jatuh, sekarang aku melihat Junhyun memegang kepalanya. Sepertinya dia merasakan sakit, aku bisa melihat wajahnya menegang sekarang. Aku langsung berlari menghampirinya.

“Junhyung~ah wae geure? Kau kenapa? Apa kau sakit?” Junhyung berusaha berbicara padaku, tapi suaranya tertahan. Aku merasakan pipiku basah sekarang, aku sangat panik.

“Junhyung~ah, ada apa denganmu? Aku akan memanggil bantuan.” Aku hendak berdiri, tapi Junhyung menahanku. Dia seolah ingin mengatakan sesuatu, aku mendekatkan diri sambil memegang kedua bahunya. Air mataku masih enggan berhenti menetes.

“Jangan tinggalkan aku sendiri.” Hanya itu yang aku dengar dari mulutnya, yang dengan susah payah dia keluarkan. Dia tiba-tiba tidak sadarkan diri, aku bertambah panik. Aku mengguncang-guncang tubuhnya tapi hanya bisu yang membalas panggilanku.

5 Maret 2011


Ini sudah hari ketiga sejak Junhyung tidak sadarkan diri. Aku tetap menunggu di samping tempat tidurnya, menunggu hingga ia bisa membuka kembali matanya. Menunggu hingga ia bisa kembali mengucap namaku.

“Chaeyeon~ah, kau pergilah bersihkan diri dulu. Kau belum mandi dari pagi tadi. Omoni akan menjaganya disini.” Ibu Junhyung menyentuh pundakku sambil membawakan selembar handuk untukku.

“Nanti saja omoni. Aku masih mau disini.”

“Chayeon~ah kau harus membersihkan dirimu. Kau juga belum makan dari tadi siang. Ibumu tadi menitipkan bekal untukmu, kau harus makan. Ibu tidak mau kalau kau juga ikut-ikutan sakit. Junhyung pasti akan sangat sedih kalau tahu kau tidak mengurusi tubuhmu seperti ini.” Aku berpikir sebentar, lalu mengiyakan ucapan Ibu Junhyung. Aku meraih handuk dari tangannya lalu berjalan ke kamar mandi yang terletak di sisi kiri dekat pintu kamar.


12 Maret 2011


Aku mengatup bibirku dengan kedua tanganku. Seperti tidak percaya dengan apa yang kudengar barusan. Bulir air mata kini sudah membanjiri wajahku lagi. Aku berjalan dengan pandangan kosong menjauhi kamar bernomor 317 itu. Junhyung menderita Tumor otak? Sejak kapan? Kenapa aku tidak pernah mengetahuinya? Aku menutup kedua mulutku agar suara isakanku teredam.

Kenapa ini terjadi begitu tiba-tiba? Seminggu yang lalu aku masih tertawa bersamanya, dia mengajariku, dia mengerjaiku seperti biasa, membuatku kesal seperti yang seharusnya. Tidak pernah ada tanda-tanda kalau dia sedang mengalami Tumor otak. Aku mencoba mencari petunjuk dalam kepalaku, kalau-kalau ada ingatan yang menunjukkan kalau Junhyung tengah mengidap penyakit. Nihil, aku sama sekali tidak menemukannya, aku benar-benar tidak bisa menemukan bukti kalau Junhyung mengidap sebuah penyakit! Tumor otak.

Aku tertawa miris. Apa benar aku mengenalnya? Apa benar aku mengetahui semua tentangnya seperti perkiraanku selama ini? Apa benar aku menyukainya? Apa benar aku mencintainya? Aku terisak lagi. Junhyung~ah kenapa kau melakukan ini padaku? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku? Apa aku tidak pantas mengetahui rahasia terbesarmu? Apa aku tidak pantas menjadi orang yang berarti untukmu?

“Disini kau rupanya.” Aku tersentak mendengar suara yang begitu familiar ditelingaku. Safar-saraf indraku seolah bisa cepat mengenali suara itu bahkan sebelum aku sempat mengingat. Aku langsung menoleh ke sumber suara itu.

Oh tuhan, mata yang kini menatapku, guratan lemah yang terukir di wajahnya, senyuman manis yang terukir di bibirnya yang pucat. Tanpa perintah apapun aku langsung menghambur ke arahnya, memeluknya dengan segenap kekuatanku yang masih tersisa, mendekapnya dengan perasaan rindu yang membuncah. Tangisanku pecah, bahunya kini basah dengan linangan air mataku. Seolah tidak ingin melepasnya lagi, tidak ingin kehilangan dirinya untuk yang kedua kali.

“Apa kau merindukanku? Aku sangat merindukanmu bodoh. Kenapa kau tidak ada disampingku?”

“Apa kau tidak menungguku? Aku kecewa padamu Lee Chaeyeon.”

“Pada saat aku membuka mata kenapa bukan kau yang ada dihadapanku? Aku mencari sosokmu tapi tidak kutemukan. Kau benar-benar tidak peduli padaku ya?”

Aku masih terus menangis sambil memeluknya, sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan bodohnya itu. Tiba-tiba aku merasakan jemarinya membelai rambutku, dan tangan satunya yang memeluk pingganggku.

“Aku hanya bercanda. Aku tahu setiap hari kau selalu menungguiku. Ibu bilang kau sampai tidak makan dan terus duduk di samping tempat tidurku. Maafkan aku. Maafkan aku karena sudah membuatmu cemas.”

Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya. Aku menatapnya lama, dia juga sepertinya enggan memulai percakapan lagi, seolah menunggu sepatah kata yang keluar dari mulutku.

“Aku membencimu.” Aku sendiri kaget mendengar kata itu yang terucap dari bibirku.

“Kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau kau mengidap penyakit itu? Kenapa kau tidak pernah menunjukkan padaku kalau kau sebenarnya rapuh? Apa aku memang tidak pantas untuk mengetahuinya? Apa aku tidak pantas mengetahui rahasia terbesar dari dirimu? Apa aku memang tidak pantas.. bahkan untuk menjadi orang yang berarti bagimu?” Aku bisa merasakan tatapan sendunya, aku menunduk, air mataku seolah tidak ingin berhenti mengalir. Aku kembali terisak, bahkan sekarang aku sangat cengeng didepannya.

Tangan Junhyung meraih kedua pundakku dan menarikku ke pelukannya. “Aku minta maaf. Aku minta maaf padamu. Mohon maafkan aku. Aku sangat bersalah padamu. Tolong maafkan kesalahanku.” Tangisku kembali pecah. Aku hanya mengangguk pelan di dadanya.

“Kalau begitu jangan begitu lagi. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau seperti itu lagi. Kau hampir membunuhku ketika tiba-tiba tidak sadarkan diri dan koma selama satu minggu lebih.” Aku bisa merasakan kalau dia sedang tersenyum sekarang. Aku merenggangkan pelukannya. Junhyung memegang pipiku dan menghapus air yang sejak tadi bermuara disana.

“Apa kau sudah sehat sekarang? Kau keluar kamar bahkan tidak menggunakan kursi roda. Kau masih lemah Junhyung~ah.” Dia hanya menggeleng sambil tersenyum.

“Aku sudah sehat. Aku mau jalan-jalan denganmu di taman rumah sakit sekarang.” Aku mengernyitkan alisku. “Kau tidak boleh jalan-jalan dulu sekarang!”

Hajima. Aku sangat rindu padamu. Aku ingin jalan-jalan denganmu sekarang. Aku mohon.” Aku berpikir sejenak, lalu mengiyakan permintaannya. Aku membantunya berjalan dengan memeluk pingganggnya, dan sebelah tangannya diletakkan di bahuku.

“Kita tidak pernah sedekat ini sebelumnya kan?” Aku mencubit pinganggnya, sekarang wajahku sudah merah. “Ouu sakit Chaeyeon~ah. Aku masih lemah sekarang.”

Aku mencibir, “Mentang-mentang kau sedang sakit, kau jadi manja hah? Tidak mempan untukku.” Dia hanya tersenyum lemah.

Setelah berjalan-jalan sebentar dan bersenda gurau, Junhyung lalu memberiku isyarat agar duduk di bangku yang terletak di pinggir taman, yang terlindung dari sinar matahari karena paying besar yang menutupinya. Aku mendudukkannya dengan pelan lalu ikut duduk disampingnya. Aku tersentak karena Junhyung tiba-tiba menyandarkan kepalanya dibahuku.

“Aku minta maaf karena tidak memberitahumu sebelumnya tentang penyakitku ini.” Aku tersenyum, “Kau sudah berulang kali minta maaf padaku Junhyung~ah, aku sudah memaafkanmu, jadi jangan minta maaf lagi.”

“Apa kau tahu kenapa aku tidak memberitahumu?” aku terdiam beberapa saat. “Waeyo?” Kataku akhirnya.

“Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir padaku.”

“Chaeyeon~ah aku sangat bersyukur ada kau disampingku, aku sangat menikmati ketika kita sedang bersama. Kau selalu saja membuatku tertawa, kau selalu bisa membuatku terhibur. Terima kasih karena sudah ada disampingku selama ini. Aku menyayangimu.” Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya sekarang. Aku bisa merasakan kalau dia tersenyum sekarang.

“Lagipula kalau kau tahu kau pasti jadi cerewet, kau hanya akan seperti ibuku.” Dia tertawa lemah, tapi aku tidak.

“Itu tidak lucu Yong Junhyung.” Dia kemudian terdiam lagi. Tiba-tiba hujan turun, aku menengadah melihat langit. Langit memang sudah gelap daritadi. Diam menyelimuti kami sekarang, hanya suara air hujan yang terdengar. Aku memerhatikannya dari sudut mataku. Apa aku katakan sekarang saja? Tidak ada waktu untuk menunggu sampai pengumuman tiba. Tes masuk perguruan tinggi saja belum. Aku menarik nafas pelan, memantapkan hati.

“Junhyung~ah, sebenarnya sejak lama aku memendam perasaan padamu. Sebenarnya aku menyukaimu. Entahlah sejak kapan, tapi aku benar-benar menyukaimu. Aku menyayangimu, aku… Jeongmal sarangheyo.” Kami terdiam beberapa detik.

“Jangan tertawa!” Aku bisa merasakan wajahku memerah sekarang. RAsanya jantungku seperti mau melompat keluar. Tapi Junhyun malah diam saja.

“Junhyung~ah jangan pura-pura tidak mendengarku. Aku tahu kau tidak tuli.” Tapi lagi-lagi hanya suara hujan yang terdengar di sekelilingku. “Junhyung~ah.” Aku menggoyang-goyangkan bahuku. Lalu tiba-tiba kepala Junhyung hampir jatuh kedepan kalau tidak aku tahan. Aku terkejut, keresahan mengelayutiku lagi.

“Junhyung~ah, Junhyung~ah.” Aku mengguncang-guncangkan bahu Junhyung, tapi tetap tidak ada tanggapan. Air mataku menetes lagi, aku dilanda panic luar biasa sekarang. “Junhyung~ah, jangan mempermainkanku!” “Junhyung~ah, Junhyung~ah.” Tapi lagi-lagi hanya suara air hujan yang terdengar.

***

Aku masih berdiri di samping pusara itu. Tidak memperdulikan walaupun tubuhku kini basah kuyup karena hujan yang tak kunjung berhenti. Sungguh tidak ingin beranjak dari sini, aku masih ingin menemaninya. Yong Junhyung. Pria yang aku sayangi. Pria yang aku cintai dengan segenap hatiku. Pria pertama dalam hidupku. Pria yang bahkan sampai akhir hayatnya mungkin tidak tahu bahwa aku begitu menginginkannya. Begitu mencintainya.

“Junhyung~ah neol saranghamnida. Jeongmal saranghamnida.”

END

Vocab:

Otteohke?= Bagaimana?

Aniyo. Amugotdo ani= Tidak, tidak ada apa-apa

Na baboya. = Aku bodoh

na jeongmal gwaenchana= saya benar-benar tidak apa-apa

Neo michyeoseo? = apa kau gila?

Arasseo= saya mengerti

Yaa~ neo micheoseo ? = Hei apa kau gila?

Jinjayo?= benarkah?

wae geure? = ada apa?

Omoni = ibu [formal]

Hajima.= jangan begitu

Waeyo?= kenapa?

Jeongmal sarangheyo= aku sangat mencintaimu

neol saranghamnida= aku mencintaimu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar